Sumatera Selatan

Sumsel Jadi Andalan Ketahanan Pangan Nasional, Optimalisasi Lahan Rawa dan Cetak Sawah Baru

×

Sumsel Jadi Andalan Ketahanan Pangan Nasional, Optimalisasi Lahan Rawa dan Cetak Sawah Baru

Share this article
Sumsel Jadi Andalan Ketahanan Pangan Nasional, Optimalisasi Lahan Rawa dan Cetak Sawah Baru
Sumsel Jadi Andalan Ketahanan Pangan Nasional, Optimalisasi Lahan Rawa dan Cetak Sawah Baru. Foto: dok. Penrem GAPO

Palembang, NUSALY.COM – Sumatera Selatan (Sumsel) didapuk menjadi provinsi dengan proyek optimalisasi lahan rawa menjadi sawah terbesar di Indonesia. Pemerintah pusat menargetkan 350 ribu hektare lahan rawa di Sumsel akan dioptimalkan menjadi sawah produktif pada tahun 2025-2027. Program strategis ini didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menjadi bagian penting dari upaya pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.

Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono B Eng MM MBA, mengungkapkan bahwa ketahanan pangan menjadi prioritas Presiden RI Prabowo Subianto. “Rakor ini terkait dengan kick-off Optimalisasi Lahan Rawa (Opla) dan Cetak Sawah di Sumsel untuk tahun anggaran 2025,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Peningkatan Swasembada Pangan Kegiatan Opla dan Cetak Sawah 2024-2025 Provinsi Sumsel, Selasa (3/12).

Rakor yang berlangsung di Hotel Santika Premiere Bandara, Palembang, ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Anggota Komisi II DPR-RI Ahmad Wazir Noviadi, Pangdam II/Sriwijaya Mayjen TNI M Naudi Nurdika, Danrem 044/Gapo Brigjen M Thohir, perwakilan Polda Sumsel, serta para bupati atau wakilnya dari daerah yang mendapatkan program opla dan cetak sawah.

Target Optimalisasi Lahan Rawa dan Cetak Sawah di Sumsel

Sudaryono, yang akrab disapa Mas Dar, menjelaskan target optimalisasi lahan rawa di Sumsel mencapai 106 ribu hektare, sementara target cetak sawah baru seluas 150 ribu hektare. “Di Sumsel kami targetkan optimalisasi lahan rawa 106 ribu hektare, dan cetak sawah seluas 150 ribu hektare,” tegasnya.

Sumsel: Provinsi Istimewa dengan Potensi Lahan Rawa yang Besar

Mas Dar menyebut Sumsel sebagai provinsi yang istimewa karena memiliki potensi lahan rawa yang sangat besar, terbesar dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. “Kami meyakini dengan kultur masyarakat yang sudah biasa bertani kemudian lahan rawa besar, maka ketersediaan air bukan menjadi suatu masalah di Sumsel,” paparnya.

Keyakinan Mas Dar didasari oleh keberhasilan program serupa yang pernah dilaksanakan di Sumsel. Ia optimis program ini akan terlaksana dengan efektif dan efisien, baik untuk optimalisasi lahan rawa maupun cetak sawah. “Kita meyakini Sumsel ke depan akan menjadi lumbung pangan utama di Indonesia. Potensi itu besar, dan potensi itu sedang kita konfirmasi dari potensi direalisasi menjadi sesuatu yang lebih riil. Bukan hanya sebatas potensi,” ucap politisi Partai Gerindra itu.

Pemanfaatan Lahan Tidur untuk Ketahanan Pangan Nasional

Mas Dar menekankan pentingnya memanfaatkan lahan yang selama ini “tidur” untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Bukan hanya padi, tetapi juga jagung, kedelai, dan komoditas pangan lainnya. “Terpenting lahan itu jangan tidur dan kosong, tapi dapat termanfaatkan,” pintanya.

Ia mengingatkan bahwa swasembada pangan tidak sama dengan swasembada padi, tetapi mencakup seluruh komoditas pangan. “Kita berharap dengan jumlah panen padi yang cukup, maka sisa lahannya dapat dimanfaatkan untuk produksi tanaman pangan yang lain. Karena keinginan kita, bagaimana dapat menurunkan impor pangan dengan meningkatkan produksi pangan di dalam negeri,” jelas Mas Dar.

Program Gratis dari Pemerintah untuk Petani

Mas Dar menegaskan bahwa program optimalisasi lahan rawa ini sepenuhnya didanai oleh APBN. Ia memastikan ketersediaan anggaran cukup, baik melalui dana refocusing maupun pemangkasan anggaran perjalanan dinas dan pos anggaran lainnya.

Mas Dar juga menegaskan bahwa program ini gratis bagi petani. “Saya tegaskan juga, semua program ini gratis dari pemerintah untuk petani. Jadi jangan ada lagi oknum yang memanfaatkan situasi atau kondisi. Semisal ada bantuan alat atau apapun, kemudian diberikan ke petani tetapi minta tebusan,” tegasnya.

Anomali Sektor Pertanian di Sumsel

Mas Dar menyoroti anomali yang terjadi di sektor pertanian Sumsel. Meskipun produksi padi melimpah, beras justru menjadi penyebab inflasi. Ketika panen raya, harga padi turun, tetapi harga beras tetap tinggi. “Ini sudah kami koreksi, karena ini bukan hanya terjadi di Sumsel, tetapi juga daerah lain,” sebutnya.

Untuk mengatasi hal ini, Mas Dar menjelaskan bahwa ke depan, peran Bulog akan dialihkan sebagai lembaga logistik dan penyeimbang harga, bukan sebagai perusahaan. “Maka (Bulog) berfungsi untuk menyerap gabah petani, tanpa ada syarat harus seperti ini dan itu,” pungkasnya.

Potensi dan Target Cetak Sawah di Sumsel

Plt Dirjen Lahan dan Irigasi Kementerian Pertanian, Husnain, menjelaskan potensi cadangan cetak sawah di Sumsel pada tahun 2026-2027 mencapai 409.977 hektare, tersebar di seluruh kabupaten/kota.

Potensi cetak sawah terdapat di 7 kabupaten/kota yang lahannya sudah clear and clean, yaitu Kabupaten OKI, Ogan Ilir (OI), Banyuasin, Musi Banyuasin (Muba), Muara Enim, OKU Timur, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).

“Adapun cetak sawah di 2025, seluas 150 ribu hektare ada di 5 Kabupaten. Yakni, OKI dengan luasan 60.896 hektare, Ogan Ilir 22.684 hektare, Muba 31.754 hektare, OKU Timur 24.238 hektare, dan PALI seluas 10.428 hektare,” papar Husnain.

Optimalisasi Lahan Rawa: Solusi Karhutla dan Peningkatan Ekonomi

Penjabat Gubernur Sumsel, Elen Setiadi SH MSE, menyampaikan bahwa potensi lahan rawa Sumsel sangat besar, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani. Hal ini disebabkan oleh margin keuntungan yang tipis dan kurangnya dukungan dari pemerintah.

“Makanya untuk menggarap lahan rawa ini, kalau tidak dibantu pemerintah agak sulit,” jelasnya.

Padahal, lahan rawa yang tidak tergarap berpotensi menjadi sumber kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat musim kemarau. Melalui optimalisasi lahan rawa, diharapkan dapat mengatasi permasalahan karhutla dan meningkatkan produktivitas lahan.

Anomali Produksi dan Hilirisasi Padi di Sumsel

Elen juga menyoroti anomali di sektor pertanian Sumsel, di mana produksi padi tinggi, bahkan dapat memenuhi kebutuhan dua kali lipat dan menyokong daerah lain, tetapi beras masih menjadi penyebab inflasi.

“Ini karena hasil produksi padi Sumsel tidak dihilirisasi di sini, sehingga membuat sumber inflasi beras. Padi yang dihasilkan malah dihilirisasi di provinsi lain, kemudian berasnya dibeli Bulog untuk kemudian dipasarkan kembali di Sumsel,” bebernya.

Untuk mengatasi hal ini, Elen menyarankan perlunya langkah atau solusi end to end yang dilakukan di Sumsel. “Biar produksi padi yang tinggi, dampaknya dapat terasa secara maksimal di sini (produksi padi dan proses hilirisasinya dilakukan semua di Sumsel),” pungkasnya.

Tinjauan Lapangan ke Lokasi Cetak Sawah

Setelah rakor, Wamentan Sudaryono dan rombongan meninjau langsung lahan rawa yang akan menjadi lokasi cetak sawah di Desa Arisan Jaya, Kecamatan Pemulutan Barat, dan Desa Simpang Pelabuhan Dalam, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir (OI).

“Potensi Sumsel sudah saya dengar, sejak saya jadi aspri (asisten pribadi) Pak Prabowo. Bagaimana punya sekian juta lahan rawa yang potensinya besar sekali. Kita punya visi, misi, rencana menjadi program, tapi eksekusinya kurang. Presiden kita saat ini ingin satset dan pastikan programnya maju dan berjalan,” ungkapnya dalam peninjauan lapangan ke Ogan Ilir.

Sumsel Ditantang Juara Program Opla dan Cetak Sawah

Program opla dan cetak sawah ini akan dilombakan bersama 12 provinsi se-Indonesia. “Saya kedapatan tugas salah satu wilayahnya di Sumsel. Hanya ada satu kata, Sumsel harus juara. Nanti 106 ribu hektare opla, dan 150 ribu hektare cetak sawah baru, harus jadi semua,” tantangnya.

Hamparan calon lahan cetak sawah di wilayah Pemulutan memiliki luas sekitar 6.000 hektare. “Dulunya lahan rawa, tapi setelah konstruksi lahan dan sistem pengairannya kita atur, alhamdulillah padinya bisa tumbuh,” ucap Mas Dar.

Dukungan Pemerintah Daerah Ogan Ilir

Wakil Bupati Ogan Ilir, Ardani, menyampaikan bahwa Kabupaten OI menjadi wilayah dengan target opla dan cetak sawah terbesar kedua di Sumsel, setelah Kabupaten OKI. “Masyarakat Ogan Ilir lebih dari 53 persen bekerja di sektor pertanian. Melalui program opla dan cetak sawah ini, diharapkan dapat bermanfaat dalam menaikkan perekonomian masyarakat,” harapnya.

Selain meningkatkan perekonomian masyarakat, program ini juga diharapkan dapat mengurangi potensi karhutla di lahan rawa yang selama ini menjadi langganan kebakaran saat kemarau. “Insyaallah dengan program ini muncul, dampaknya bagi perekonomian masyarakat Ogan Ilir. Serta beban pemerintah daerah dapat berkurang,” ucap Ardani.

Estimasi Biaya dan Target Produksi Cetak Sawah di Ogan Ilir

Kepala Dinas Pertanian OI, Abi Bakrin Sidik, menambahkan bahwa estimasi biaya cetak sawah antara Rp20-25 juta per hektare. Melalui program ini, ditargetkan akan ada sekitar 26 ribu lahan cetak sawah baru di Ogan Ilir.

“Program cetak sawah ini diperkirakan akan dimulai pada tahun depan. Sehingga diharapkan dapat panen minimal setahun 2 kali. Serta menghasilkan produksi 4-6 ton beras per hektare,” ulasnya.

Kolaborasi Lintas Sektor untuk Sukseskan Program

Kementerian Pertanian akan membantu petani dalam mencetak lahan sawah, menyediakan bibit dan pupuk hingga panen. Untuk memastikan program berjalan optimal, pemerintah juga bekerjasama dengan TNI/Polri dalam pemantauan dan pengawasan.

Program optimalisasi lahan rawa dan cetak sawah di Sumsel merupakan langkah strategis pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan memanfaatkan potensi lahan rawa yang besar, Sumsel diharapkan dapat menjadi lumbung pangan utama di Indonesia. Keberhasilan program ini bergantung pada dukungan dan kerjasama dari semua pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI/Polri, dan masyarakat. (desta/apm/dani)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.