PALEMBANG, NUSALY — Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru menyatakan pihaknya menghormati keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait kasus pencopotan Kepala Sekolah SMPN 1 Roni Adriansyah oleh Wali Kota Prabumulih Arlan. Sikap ini mencerminkan komitmen pemerintah provinsi untuk tidak memperpanjang polemik yang telah menimbulkan kegaduhan publik. Dengan adanya sanksi teguran tertulis dari Kemendagri, Herman Deru mengajak semua pihak untuk menyudahi perdebatan, menempatkan perdamaian sebagai prioritas utama.
Menanggapi sanksi yang dijatuhkan Kemendagri, Herman Deru menegaskan bahwa pemerintah provinsi telah menindaklanjuti arahan tersebut. Ia menyebutkan bahwa pihak-pihak yang berselisih, yaitu Wali Kota Arlan dan Kepala Sekolah Roni, sudah mencapai titik damai. “Intinya Pak Roni dan Wali Kota Prabumulih sudah berdamai satu sama lain,” ungkap Herman Deru pada Jumat (19/9/2025). Pernyataan ini menjadi penegasan resmi dari otoritas tertinggi di tingkat provinsi, menunjukkan bahwa persoalan ini telah diselesaikan secara internal.
Sebelumnya, kasus ini mencuat setelah Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri melakukan pemeriksaan. Itjen menemukan bahwa pencopotan yang dilakukan oleh Wali Kota Arlan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 28 Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 7 Tahun 2025, pemindahan jabatan seorang kepala sekolah memiliki mekanisme yang jelas dan tidak boleh dilakukan sepihak. “Mutasi atau pemindahan jabatan saudara Roni Adriansyah, Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih tidak sesuai dengan ketentuan,” kata Itjen Kemendagri Sang Made Mahendra Jaya.
Mengurai Akar Masalah: Otonomi Daerah dan Hukum Kepegawaian
Kasus ini sesungguhnya bukan hanya sekadar perselisihan antarindividu. Ini adalah cerminan dari kompleksitas tata kelola pemerintahan di era otonomi daerah. Wali Kota, sebagai pemimpin eksekutif, memiliki kewenangan untuk melakukan mutasi. Namun, kewenangan tersebut dibatasi oleh berbagai peraturan, termasuk regulasi dari Kemendagri dan Kementerian Pendidikan.
Kekacauan terjadi ketika seorang pejabat daerah mengambil keputusan tanpa mematuhi mekanisme yang telah ditetapkan, yang pada akhirnya memicu intervensi dari pemerintah pusat.
Keputusan Kemendagri untuk memberikan sanksi teguran tertulis kepada Wali Kota Arlan menunjukkan bahwa pemerintah pusat tetap memiliki peran pengawasan yang kuat. Sanksi ini menjadi pengingat bagi seluruh kepala daerah di Indonesia bahwa kewenangan otonomi tidak berarti kebebasan mutlak. Setiap keputusan harus berlandaskan pada regulasi yang jelas. Sanksi ini juga menjadi preseden penting. Hal ini menegaskan bahwa pejabat daerah tidak bisa bertindak di luar koridor hukum, terutama dalam hal manajemen kepegawaian yang memiliki aturan baku.
Herman Deru berharap, dengan adanya klarifikasi resmi dari Kemendagri, isu ini tidak lagi diperbesar. Ia menyerukan masyarakat untuk lebih bijak. “Sudah clear. Dua permohonan saya. Pertama, mari kita sadari tidak ada manusia yang sempurna, dan yang kedua saya kira sudah cukup, kasihan keluarga masing-masing,” ujar Gubernur. Pesan ini melampaui urusan birokrasi. Pesan ini menyentuh sisi kemanusiaan, menyeru agar konflik tidak menjadi konsumsi publik yang terus-menerus.
Pesan dari Pemimpin: Mengutamakan Kemanusiaan dan Keutuhan Sosial
Di tengah sorotan media dan tuntutan masyarakat akan transparansi, sikap Herman Deru untuk mengutamakan perdamaian adalah pesan penting. Ia memilih untuk tidak memperkeruh suasana, tetapi justru menengahi dan menenangkan. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana seorang pemimpin harus mampu mengelola konflik di bawah kepemimpinannya dengan bijaksana. Terutama, ketika konflik tersebut berpotensi merusak keutuhan sosial di tingkat lokal.
Meskipun kasus ini telah selesai secara administratif dengan sanksi dari Kemendagri, pelajaran yang bisa diambil sangatlah berharga. Ini adalah studi kasus tentang batasan kekuasaan, pentingnya kepatuhan terhadap hukum, dan peran seorang pemimpin dalam meredam ketegangan sosial. Sikap Herman Deru yang mengajak untuk saling memaafkan dan mengakhiri polemik adalah contoh yang baik dalam memulihkan kondisi pascakonflik. Ia mengutamakan keutuhan sosial dan perdamaian di atas kepentingan politik atau birokrasi. (desta)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.






