Headline

RUU Pilkada Terganjal, DPR RI Tunda Pengesahan di Tengah Kontroversi

×

RUU Pilkada Terganjal, DPR RI Tunda Pengesahan di Tengah Kontroversi

Share this article
RUU Pilkada Terganjal, DPR RI Tunda Pengesahan di Tengah Kontroversi
RUU Pilkada Terganjal, DPR RI Tunda Pengesahan di Tengah Kontroversi

Jakarta, NUSALY – Rapat paripurna yang diagendakan untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada hari ini terpaksa ditunda oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Alasannya, kuorum atau jumlah anggota yang hadir tidak mencukupi untuk mengambil keputusan.

Situasi ini semakin memanaskan polemik seputar revisi UU Pilkada yang telah memicu pro dan kontra di berbagai kalangan.

Rapat Paripurna Tanpa Kuorum

Rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad ini dihadiri oleh sejumlah pejabat penting, termasuk Menkumham Yasonna Laoly dan Mendagri Tito Karnavian. Namun, dari total 575 anggota DPR, hanya 89 yang hadir secara fisik dan 87 lainnya izin.

“89 hadir, izin 87 orang. Oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat Bamus untuk rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi,” ujar Dasco, mengakhiri rapat dengan ketukan palu.

Revisi UU Pilkada yang Dikebut

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk membawa revisi UU Pilkada ke paripurna hari ini. Revisi tersebut bahkan dikebut dalam waktu sehari sebelum disahkan menjadi undang-undang.

Delapan fraksi di DPR, yaitu Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PPP, dan PKB, telah menyetujui keputusan tersebut. Hanya PDIP yang menyatakan penolakannya.

Poin-Poin Krusial dalam Revisi

Revisi UU Pilkada ini memuat sejumlah perubahan pasal yang krusial. Salah satunya adalah terkait usia calon kepala daerah. Baleg DPR sepakat bahwa usia calon akan dihitung saat pelantikan, bukan saat penetapan, seperti putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap PKPU. Hal ini berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa usia harus dihitung saat penetapan.

Selain itu, Baleg DPR juga sepakat untuk membedakan syarat minimal bagi partai untuk mengusung calon kepala daerah, antara partai dengan kursi DPRD dan partai tanpa kursi DPRD. Ini berbeda dengan putusan MK yang menyamaratakan perhitungan suara partai tanpa memandang ada tidaknya kursi di DPRD.

Kontroversi dan Penolakan

Revisi UU Pilkada ini menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak, termasuk sejumlah organisasi masyarakat sipil dan akademisi. Mereka menilai revisi ini terkesan dipaksakan dan tidak mengakomodasi aspirasi publik.

Beberapa poin yang menjadi sorotan antara lain:

  • Perubahan syarat usia calon kepala daerah: Dikhawatirkan akan membuka peluang bagi calon-calon yang belum matang secara pengalaman dan kapasitas.
  • Perbedaan syarat minimal bagi partai: Dinilai akan menguntungkan partai-partai besar dan merugikan partai-partai kecil.
  • Proses revisi yang terburu-buru: Dinilai tidak transparan dan tidak partisipatif.

Penundaan pengesahan RUU Pilkada ini memberikan kesempatan bagi DPR RI untuk mendengarkan aspirasi publik dan melakukan kajian yang lebih mendalam.

Revisi UU Pilkada adalah isu yang sangat penting karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, DPR RI harus memastikan bahwa revisi ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan tidak merugikan kelompok tertentu. ***

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.