Palembang, NUSALY — Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dalam proyek strategis nasional Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang pada Selasa (15/2/2025). Dalam agenda persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan secara resmi membacakan tuntutan pidana penjara terhadap tiga mantan pejabat tinggi PT Waskita Karya (Persero) Tbk yang menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Ketiga terdakwa yang duduk di kursi pesakitan adalah Ir Tukijo, yang menjabat sebagai mantan Kepala Divisi II PT Waskita Karya; Ignatius Joko Herwanto, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Divisi II; serta Septriawan Andri Purwanto, yang merupakan mantan Kepala Divisi III perusahaan konstruksi pelat merah tersebut. Ketiganya diyakini oleh JPU terlibat secara aktif dalam praktik korupsi yang terjadi dalam proyek pembangunan prasarana LRT Palembang, yang mengakibatkan kerugian signifikan terhadap keuangan negara.
JPU Sebut Terdakwa Terbukti Melanggar Undang-Undang Pemberantasan Korupsi
Dalam amar tuntutan yang dibacakan oleh tim JPU di hadapan majelis hakim, ketiga terdakwa dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
“Para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” ujar salah satu anggota tim JPU saat membacakan surat tuntutan di ruang sidang.
Tuntutan Hukuman Bervariasi, Terdakwa Tukijo Dituntut Lebih Berat
Dalam tuntutan yang dibacakan, JPU merinci peran masing-masing terdakwa dalam kasus korupsi proyek LRT Sumsel ini. Untuk terdakwa Ir Tukijo, yang dianggap memiliki peran sentral dalam rangkaian peristiwa korupsi ini, JPU menuntut pidana penjara selama 7 tahun. Selain itu, JPU juga menuntut agar Tukijo dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Sementara itu, dua terdakwa lainnya, Ignatius Joko Herwanto dan Septriawan Andri Purwanto, masing-masing dituntut dengan pidana penjara selama 6 tahun. Keduanya juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan yang sama, yaitu jika tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Barang Bukti Akan Digunakan untuk Perkara Tersangka Lain
Lebih lanjut, JPU juga menyampaikan informasi penting terkait dengan barang bukti yang telah diamankan dalam perkara ini. JPU menyebutkan bahwa seluruh barang bukti yang berhasil dikumpulkan akan digunakan dalam proses hukum terhadap tersangka lain dalam kasus yang sama, yaitu Ir Prasetyo Boeditjahjono.
Ir Prasetyo Boeditjahjono, yang pada saat terjadinya dugaan korupsi menjabat sebagai Direktur Pelaksana Perkeretaapian di Kementerian Perhubungan, saat ini juga tengah menjalani proses hukum dalam perkara dugaan korupsi lain yang masih memiliki keterkaitan dengan proyek LRT Sumatera Selatan ini. Hal ini menunjukkan bahwa kasus korupsi LRT Sumsel melibatkan sejumlah pihak dengan berbagai peran dan tingkatan jabatan.
Awal Mula Kasus: Perintah Dana dari Direktur Utama Waskita Karya
Berdasarkan surat dakwaan yang telah dibacakan pada sidang-sidang sebelumnya, kasus dugaan korupsi proyek LRT Palembang ini bermula pada awal tahun 2016. Saat itu, tak lama setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 tentang percepatan pembangunan LRT di Provinsi Sumatera Selatan, Direktur Utama PT Waskita Karya saat itu, Muhammad Choliq, diduga memerintahkan Ir Tukijo untuk menyiapkan sejumlah dana yang berasal dari anggaran proyek LRT. Dana tersebut rencananya akan diserahkan kepada Prasetyo Boeditjahjono yang saat itu menjabat sebagai pejabat di Kementerian Perhubungan.
Perintah dari Direktur Utama tersebut kemudian diteruskan oleh Ir Tukijo kepada beberapa pejabat divisi lain di PT Waskita Karya, termasuk di antaranya adalah Ignatius Joko Herwanto dan Ir Pius Sutrisno, yang dalam persidangan ini bertindak sebagai saksi. Rantai komando ini menunjukkan adanya perencanaan dan koordinasi dalam dugaan praktik korupsi tersebut.
Pengkondisian Proyek dan Pembayaran Fee yang Tidak Sah
Dalam pembacaan tuntutan, JPU juga mengungkapkan adanya praktik “pengkondisian proyek” yang terjadi dalam proses pengerjaan LRT Sumsel. Selain itu, terungkap pula adanya kesepakatan mengenai pembayaran sejumlah fee yang tidak sah yang harus dibayarkan oleh pihak ketiga kepada PT Waskita Karya agar dapat terlibat dalam proyek strategis nasional ini. Praktik-praktik seperti ini jelas melanggar prinsip persaingan yang sehat dan berpotensi merugikan keuangan negara.
Pekerjaan Tidak Sesuai Kontrak Namun Pembayaran Tetap Dicairkan
Fakta yang lebih mencengangkan terungkap dalam persidangan, di mana JPU memaparkan bahwa dalam pelaksanaan proyek LRT Sumsel, banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak. Bahkan, lebih parahnya lagi, terdapat sejumlah pekerjaan yang sama sekali tidak dikerjakan oleh rekanan PT Waskita Karya, namun pihak perusahaan tetap mencairkan pembayaran kepada rekanan tersebut. Hal ini jelas menunjukkan adanya indikasi kuat penyimpangan dan kerugian negara dalam proyek ini.
Terdakwa Akan Ajukan Nota Pembelaan
Menanggapi tuntutan hukuman yang telah dibacakan oleh JPU, para terdakwa yang didampingi oleh tim penasihat hukum mereka menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada persidangan selanjutnya. Dalam pledoi tersebut, pihak terdakwa akan menyampaikan argumentasi dan pembelaan mereka terhadap tuntutan yang telah diajukan oleh JPU. Majelis hakim akan mempertimbangkan pledoi dari pihak terdakwa sebelum menjatuhkan vonis atau putusan dalam perkara ini.
Kasus dugaan korupsi proyek LRT Sumatera Selatan ini menambah panjang daftar proyek strategis nasional yang tercoreng oleh praktik korupsi. Proyek yang seharusnya menjadi simbol pembangunan dan kemajuan infrastruktur transportasi di Indonesia ini justru menjadi sorotan negatif akibat dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan sejumlah pihak. Proses hukum yang sedang berjalan ini diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi negara dan masyarakat. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.