Banner Sumsel Maju untuk Semua
Hukum

Kisah Tragis Koki 10 Tahun Hotel Beston Palembang: Dipecat Sepihak Tanpa Pesangon, Berujung Gugatan di Pengadilan

×

Kisah Tragis Koki 10 Tahun Hotel Beston Palembang: Dipecat Sepihak Tanpa Pesangon, Berujung Gugatan di Pengadilan

Sebarkan artikel ini

Endang Wahyuni, yang mengabdi satu dekade, diberhentikan tanpa kejelasan status dan hanya ditawari pesangon Rp3,5 juta. Pihak Disnakertrans sinyalir ada pelanggaran hukum ketenagakerjaan.

Kisah Tragis Koki 10 Tahun Hotel Beston Palembang: Dipecat Sepihak Tanpa Pesangon, Berujung Gugatan di Pengadilan
Kisah Tragis Koki 10 Tahun Hotel Beston Palembang: Dipecat Sepihak Tanpa Pesangon, Berujung Gugatan di Pengadilan. Foto: Dok. Sumeks.co

PALEMBANG, NUSALY – Kisah pengabdian selama satu dekade yang berujung pada kekecewaan mendalam kini dialami Endang Wahyuni (45), seorang koki di Hotel Beston Palembang. Setelah 10 tahun mendedikasikan diri di dapur hotel tersebut, ia diberhentikan secara sepihak oleh manajemen tanpa mendapatkan pesangon yang layak. Merasa hak-haknya terlanggar, Endang, didampingi tim kuasa hukum dari kantor hukum Rizal Syamsul and Partners, kini resmi melayangkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang.

Kepada wartawan pada Rabu (30/7/2025), Endang Wahyuni mengungkapkan bahwa surat pemutusan kontraknya datang dari PT Permata Surya Abadi, vendor yang menaungi karyawan kontrak Hotel Beston Palembang. Alasan pemecatan yang disampaikan pihak manajemen hotel dinilai tidak masuk akal, yakni semata-mata demi kepentingan “regenerasi karyawan.”

“Padahal saya bekerja tanpa pernah ada masalah, selalu profesional dalam menjalankan tugas sebagai koki selama 10 tahun. Namun saya justru diberhentikan begitu saja,” ujar Endang lirih, menahan emosi.

Indikasi Manipulasi Kontrak dan Pelanggaran UU Ketenagakerjaan

Endang menjelaskan, sebelum pemecatan, dirinya sempat ditawari kontrak kerja tambahan hanya selama tiga bulan. Hal ini mengejutkannya, mengingat selama ini masa kontraknya selalu berlaku setahun penuh dan diperbarui setiap tahun. Perubahan mendadak durasi kontrak ini dinilai Endang dan kuasa hukumnya sebagai upaya manipulatif perusahaan untuk menghindari kewajiban terhadap karyawan yang telah lama bekerja.

“Selama 10 tahun saya selalu tanda tangan kontrak setiap tahun. Padahal berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, masa kerja kontrak maksimal dua tahun sebelum karyawan wajib diangkat sebagai pegawai tetap,” jelas Endang, menyoroti indikasi pelanggaran serius terhadap haknya.

Baca juga  Terkuak di PHI Palembang: Praktik Kontrak "Abadi" Hotel Beston Disinyalir Langgar UU Ketenagakerjaan, Ancaman bagi Hak Pekerja

Dugaan pelanggaran ini juga sempat terkuak saat proses mediasi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Palembang. Pihak Disnakertrans, menurut Endang, bahkan secara tersirat menyatakan adanya indikasi pelanggaran hukum dalam praktik kontrak kerja yang diberlakukan oleh manajemen Hotel Beston Palembang.

Tuntutan Keadilan: Pesangon dan Paklaring

Meski memiliki dasar kuat untuk menuntut status kepegawaian tetap berdasarkan UU, Endang dalam gugatan resminya di PHI memilih untuk fokus pada tuntutan yang paling mendesak baginya: keadilan berupa pembayaran uang pesangon atas masa pengabdiannya selama satu dekade penuh. Namun, ia kembali dibuat kecewa lantaran pihak hotel hanya bersedia membayar Rp3,5 juta, jumlah yang dinilai jauh dari kelayakan.

“Dan parahnya, surat pengalaman kerja (paklaring) pun tidak diberikan. Ini sangat merugikan saya untuk mencari pekerjaan baru,” imbuhnya, menunjukkan betapa pentingnya dokumen tersebut bagi kelangsungan hidupnya.

Devi Yanti, S.H., kuasa hukum Endang, menegaskan bahwa pihaknya menilai manajemen Hotel Beston Palembang dan PT Permata Surya Abadi telah melanggar aturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. “Klien kami sudah bekerja lebih dari dua tahun secara terus-menerus. Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, dia seharusnya sudah diangkat sebagai pegawai tetap, bukan malah terus diperpanjang kontraknya setiap tahun,” tegas Devi, didampingi rekan seprofesi, Yuliana, S.H.

Pihak kuasa hukum Endang berharap majelis hakim PHI PN Palembang dapat mengabulkan seluruh gugatan. Mereka mendesak agar manajemen hotel membayar pesangon sesuai masa kerja Endang dan menyatakan pemutusan kerja sepihak itu bertentangan dengan hukum yang berlaku. “Ini bukan hanya soal hak satu orang, tapi bisa menjadi preseden bagi pekerja kontrak di sektor perhotelan yang nasibnya kerap diabaikan dan dieksploitasi,” tandas Devi, menyerukan pentingnya kasus ini bagi perlindungan hak-hak pekerja. (InSan)