Banner Pemprov Sumsel Pemutihan Pajak

Headline

Privasi Korban Dilempar ke Publik, Ada Apa dengan Aplikasi Lapor Bupati OKI?

×

Privasi Korban Dilempar ke Publik, Ada Apa dengan Aplikasi Lapor Bupati OKI?

Sebarkan artikel ini

Di balik janji transparansi, platform yang seharusnya melindungi privasi warga justru mengungkap identitas korban, memicu kegaduhan dan mengancam kredibilitas sistem.

Privasi Korban Dilempar ke Publik, Ada Apa dengan Aplikasi Lapor Bupati OKI?
Privasi Korban Dilempar ke Publik, Ada Apa dengan Aplikasi Lapor Bupati OKI? Foto: Dok. Tangkapan Layar Instagram @kominfo.oki

KAYUAGUNG, NUSALY — Aplikasi layanan Lapor Bupati di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) digadang-gadang sebagai terobosan gemilang dalam mewujudkan transparansi dan partisipasi publik. Namun, sebuah kasus terbaru yang mencuat bagai aib di muka publik telah merobohkan narasi idealis tersebut. Platform yang seharusnya menjadi perisai bagi warga, kini justru menjadi corong yang membocorkan privasi korban ke khalayak luas.

Kasus bermula dari sebuah laporan sensitif yang diunggah ke laman aplikasi. Tertanggal 19 September 2025, laporan tersebut secara rinci menuduh oknum camat telah melakukan perbuatan tercela berupa pelecehan seksual terhadap seorang siswi magang.

Alih-alih melindungi, laporan yang mengatasnamakan “LSM Pemerhati” itu memuat detail yang sangat spesifik dan sensitif: nama lengkap korban, nama sekolah, alamat, hingga foto yang menampilkan wajah siswi tersebut.

Laporan itu juga menyebutkan adanya upaya damai dengan uang tebusan sebesar Rp 15 juta. Seluruh informasi ini terpampang nyata, dapat diakses dan dibaca oleh siapa saja di laman publik aplikasi.

Yang lebih mengejutkan, hingga Selasa, 23 September 2025 pukul 19.31 WIB saat berita ini dipublikasikan, identitas lengkap korban, beserta seluruh detail pribadinya, masih terpampang di laman publik aplikasi, seolah tanpa ada upaya penarikan atau perlindungan data.

“Saya jadi takut kalau mau lapor hal-hal sensitif. Janji-janji privasi ternyata tidak terjamin. Kalau begini, lebih baik tidak usah pakai aplikasi itu daripada data kita malah diekspos,” ujar M. Yusuf (38), seorang warga OKI yang ikut memantau kasus ini, kepada Nusaly.com.

Ironi dari situasi ini mencapai puncaknya ketika Plt. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) OKI, Adi Yanto, dalam pernyataannya dalam sebuah pemberitaan media online mengklaim bahwa pihaknya “menjaga privasi dengan tidak mempublikasikan identitas korban.”

Baca juga  Dugaan Pelecehan Seksual oleh Plt Kadis Koperasi dan UMKM Muba, Korban Trauma, Polisi Usut Tuntas

Pernyataan tersebut terang-terangan berlawanan dengan fakta yang ada di depan mata. Saat Kominfo mengklaim keamanan data, identitas korban telah menjadi konsumsi publik. Kontradiksi ini semakin tajam dengan munculnya laporan susulan dari pihak yang mengaku sebagai ayah korban, yang membantah keras tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai berita palsu, dan meminta laporan pertama segera dihapus.

Kegagalan Fundamental dan Efek Gentar

Kasus ini bukanlah sekadar kesalahan teknis, melainkan kegagalan fundamental dalam tata kelola sistem. Aplikasi layanan Lapor Bupati tidak memiliki mekanisme verifikasi yang memadai. Laporan dari “LSM Pemerhati” yang tidak jelas validitasnya dan sarat akan data sensitif lolos begitu saja, tanpa adanya moderasi atau validasi. Ini menimbulkan pertanyaan serius: Apakah setiap laporan, bahkan yang paling sensitif, akan langsung dipublikasikan tanpa filter?

“Ini menunjukkan kurangnya pemahaman pemerintah daerah tentang pentingnya perlindungan data pribadi. Aplikasi pelayanan publik seharusnya dibangun dengan prinsip privacy by design, di mana perlindungan data adalah fitur inti, bukan sekadar pelengkap,” jelas Panji Pamungkas, seorang pakar tata kelola digital Nusatek.

“Tanpa sistem validasi dan moderasi yang kuat, platform ini hanya akan menjadi alat untuk menyebarkan informasi tanpa filter, bahkan berpotensi menjadi media fitnah yang berbahaya.”

Lebih jauh, kasus ini mencoreng janji pemerintah untuk melindungi warganya. Bagaimana mungkin korban pelecehan seksual, yang sudah dalam posisi rentan, harus melihat aibnya sendiri diekspos di ruang publik?

Insiden ini menciptakan efek gentar (chilling effect) yang berbahaya. Masyarakat akan berpikir dua kali, bahkan seribu kali, sebelum melaporkan keluhan atau kejahatan sensitif. Jaminan anonimitas dan privasi yang seharusnya menjadi landasan utama platform seperti ini, kini terasa hampa dan tidak dapat dipercaya.

Baca juga  Oknum dokter MY, Tersangka Pelecehan Seksual di Rumah Sakit Bunda Jakabaring, Diperiksa Polda Sumsel

Pada akhirnya, Lapor Bupati yang seharusnya menjadi jembatan antara warga dan pemerintah, telah berubah menjadi jebakan. Kegagalan ini tidak hanya merusak kredibilitas pemerintah daerah, tetapi juga melemahkan semangat partisipasi publik yang ingin dibangun. Tanpa perbaikan sistem yang menyeluruh—meliputi verifikasi, moderasi ketat, dan perlindungan data yang kuat—platform ini berisiko menjadi monumen kegagalan inovasi digital yang menakutkan. (dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.