NusaEdu

Audit Mendesak, Krisis Literasi Pendidikan di SMP Ogan Ilir

×

Audit Mendesak, Krisis Literasi Pendidikan di SMP Ogan Ilir

Sebarkan artikel ini

Temuan siswa kelas 3 SMP di Ogan Ilir yang belum bisa membaca membongkar kegagalan pengawasan sistemik Disdikbud setempat. DPRD Ogan Ilir merespons dengan mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus). Namun, langkah politik ini mempertanyakan akuntabilitas birokrasi daerah yang terlambat bertindak, sekaligus mendesak audit total kinerja pendidikan untuk menyelamatkan cita-cita Indonesia Emas 2045.

Kegagalan Literasi Daerah, Temuan Buta Huruf SMP di Ogan Ilir Mendesak Audit Pendidikan
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Ogan Ilir, Muhammad Sayuti. Foto: Dok. Sumeks.co

OGAN ILIR, NUSALYKrisis Literasi Pendidikan menjadi sorotan utama di Kabupaten Ogan Ilir. Komisi IV DPRD Kabupaten Ogan Ilir kini mendesak pembentukan Panitia Khusus (Pansus). Desakan ini muncul setelah terungkapnya fakta memprihatinkan: beberapa siswa kelas 3 SMP di daerah itu ternyata belum menguasai kemampuan membaca. Temuan ini bukan sekadar kasus individual, melainkan indikasi krisis literasi yang lebih dalam dan kegagalan tata kelola pendidikan di tingkat daerah.

Wakil Ketua Komisi IV, Muhammad Sayuti, menegaskan bahwa Pansus harus mengungkap akar persoalan dan menemukan formulasi kebijakan yang holistik. Namun, dorongan pembentukan Pansus oleh DPRD secara implisit menyoroti kegagalan pengawasan rutin oleh lembaga eksekutif—terutama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Ogan Ilir. Kelambanan birokrasi dalam merespons gejala awal Krisis Literasi Pendidikan ini menimbulkan kerugian besar bagi masa depan generasi muda Ogan Ilir.

Mengapa Krisis Literasi Pendidikan Baru Terungkap di SMP?

Krisis literasi dasar adalah masalah yang seharusnya terdeteksi dan teratasi sejak tingkat Sekolah Dasar (SD) melalui pengawasan kurikulum dan evaluasi kinerja guru secara berkala. Oleh karena itu, fakta bahwa siswa buta huruf baru terungkap di kelas akhir SMP menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi dan pengawasan Disdikbud Ogan Ilir selama bertahun-tahun telah lumpuh.

Sayuti meminta Disdikbud melakukan evaluasi total. Permintaan ini mencakup kurikulum, kinerja kepala sekolah, pengawas, guru, hingga manajemen. Tuntutan evaluasi total ini berarti masalah yang dihadapi bersifat sistemik. Oleh sebab itu, Pansus yang DPRD usulkan bisa menjadi respons politik yang terlambat, alih-alih pencegahan birokrasi yang efektif.

Baca juga  Nasdem Nonaktifkan Ketua Komisi III DPRD Ogan Ilir, Buntut Kontroversi Proposal Seragam

Buta Huruf SMP dan Ancaman Krisis Literasi Pendidikan Nasional

Persoalan buta huruf di tingkat SMP bukan sekadar masalah lokal, melainkan ancaman serius terhadap target nasional Generasi Indonesia Emas 2045. Literasi dasar berfungsi sebagai fondasi untuk semua pembelajaran dan keterampilan. Artinya, kegagalan sistematis ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran dan program pendidikan di Ogan Ilir tidak berjalan efektif, gagal mewujudkan tanggung jawab kolektif pemerintah daerah, sekolah, dan orang tua.

Secara sistemik, pembentukan Pansus menunjukkan adanya fungsi pengawasan internal yang gagal. Pengawasan internal dan perbaikan berkelanjutan seharusnya menjadi tugas harian Disdikbud. Ketika DPRD harus turun tangan membentuk Pansus untuk masalah yang sangat mendasar, maka ini menandakan krisis akuntabilitas pada tata kelola pendidikan daerah. Krisis ini memerlukan intervensi politik dan audit kinerja pendidikan daerah secara menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau auditor independen. (wir)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.