Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
DPRD Sumsel 728x250
Kolom

Keterlambatan Pengumuman Seleksi Bawaslu di 514 Kabupaten dan Kota: Urgensi Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengawasan Pemilu

×

Keterlambatan Pengumuman Seleksi Bawaslu di 514 Kabupaten dan Kota: Urgensi Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengawasan Pemilu

Share this article
Adhie Rasmiadi

Oleh: Adhie Rasmiadi

DALAM dunia demokrasi, proses pemilihan umum memiliki peran krusial dalam menentukan arah dan pemimpin suatu negara. Sebagai bagian penting dari mekanisme demokratis, keberlangsungan dan keberhasilan pemilu sangat bergantung pada integritas dan transparansi penyelenggaraannya.

Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu merupakan lembaga yang memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan pemilu berlangsung adil, bebas, dan jujur. Namun, keterlambatan pengumuman seleksi Bawaslu di 514 kabupaten dan kota, mengundang pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengawasan pemilu.

Saat ini, Indonesia telah memasuki era dinamika demokrasi yang semakin matang, di mana pemilu menjadi momen penting dalam menentukan arah pembangunan dan kepemimpinan. Oleh karena itu, ketepatan waktu dalam penyelenggaraan pemilu dan proses pemilihan adalah hal yang tak terelakkan.

Namun, keterlambatan pengumuman hasil seleksi dan pelantikan calon terpilih untuk Bawaslu tingkat kabupaten dan kota telah menimbulkan kontroversi yang serius. Dengan masa jabatan para anggota Bawaslu di 514 kabupaten dan kota yang telah selesai pada 14 Agustus 2023, keterlambatan ini berdampak pada kekosongan pimpinan Bawaslu di daerah.

Dalam sebuah demokrasi yang kuat, independensi dan kredibilitas lembaga pengawas pemilu sangat penting untuk menjaga proses pemilihan yang adil dan bebas dari intervensi yang tidak seharusnya.

Keterlambatan pengumuman hasil seleksi Bawaslu mengakibatkan kekosongan pimpinan Bawaslu di daerah dan berpotensi mengganggu kesinambungan pengawasan tahapan pemilu. Kepercayaan publik kepada proses pemilihan dan penyelenggaraan pemilu menjadi taruhannya.

DIkutip dari Kompas.id, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, mencatat bahwa belum dilantiknya Bawaslu hasil seleksi mengakibatkan kekosongan dalam pengawasan tahapan pemilu.

Kekosongan ini memberikan celah bagi keraguan dan kecurigaan masyarakat mengenai transparansi dan integritas proses seleksi. Pasalnya, proses seleksi Bawaslu seharusnya bisa dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, terutama karena melibatkan tim di tingkat daerah.

Ketidaksesuaian antara jadwal yang diumumkan dengan jadwal yang sebenarnya menyulitkan publik untuk memahami alasan keterlambatan tersebut.

Selain itu, kekhawatiran mengenai potensi konflik kepentingan dalam proses seleksi dan penentuan anggota Bawaslu terpilih semakin menguat. Meskipun keterlambatan bisa saja disebabkan oleh alasan teknis atau administratif, kejadian ini memberikan peluang bagi publik untuk meragukan independensi Bawaslu dan adanya intervensi politik dalam penentuan anggota Bawaslu terpilih.

Isu ini semakin diperkuat dengan pernyataan dari Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, yang menduga adanya keberpihakan Bawaslu RI terhadap calon-calon tertentu.

Hal ini memunculkan keprihatinan akan potensi pengaruh politik dalam proses pemilihan anggota Bawaslu, yang seharusnya dilakukan dengan penuh independensi dan profesionalisme.

Penting untuk mencari solusi yang tepat guna mengatasi keterlambatan ini dan memulihkan kepercayaan publik terhadap proses seleksi Bawaslu.

Transparansi dan akuntabilitas harus dijunjung tinggi dalam setiap tahapan seleksi dan penunjukan anggota Bawaslu. Keterlibatan masyarakat sipil dan organisasi pemantau pemilu dalam proses seleksi dan pengawasan Bawaslu juga perlu ditingkatkan untuk memastikan integritas dan independensi lembaga ini.

Dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh pihak akan membantu menguatkan peran Bawaslu sebagai pengawas pemilu yang adil dan jujur.

Dalam era Pemilu 2024 yang kompleks, kehadiran Bawaslu yang kompeten dan independen sangat penting.

Kekosongan jabatan di 514 Bawaslu kabupaten dan kota berpotensi meruntuhkan kepercayaan publik dan mengganggu kualitas pemilu mendatang. Oleh karena itu, proses seleksi Bawaslu harus dijalankan secara transparan, rasional, dan profesional, tanpa campur tangan politik atau intervensi yang dapat mengancam integritasnya.

Pada akhirnya, upaya untuk menjaga demokrasi yang kuat dan sehat memerlukan keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi yang aktif dari semua pihak.

Keterlambatan pengumuman seleksi Bawaslu di 514 kabupaten dan kota mengingatkan kita akan pentingnya menjaga independensi dan integritas lembaga pengawas pemilu.

Hanya dengan menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan pengawasan yang kuat, kita dapat memastikan bahwa setiap proses pemilihan berlangsung adil, bebas, dan mewakili suara rakyat.