OGAN KOMERING ILIR, NUSALY – Lingkungan pendidikan tinggi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, tengah menghadapi ancaman serius terhadap netralitas dan integritasnya. Sebuah sayap partai politik, diduga kuat, tengah melancarkan aktivitas perekrutan terselubung yang menyasar mahasiswa baru yang masih “polos” dan rentan. Modus operandi yang digunakan sangat halus: mereka ditawari berbagai kegiatan rekreatif seperti pelatihan di hotel mewah dan jalan-jalan, dengan seluruh biaya ditanggung oleh pihak partai, namun tanpa kejelasan status keanggotaan.
Fenomena ini memicu keprihatinan mendalam dari DPD Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) OKI. Ketuanya, Rivaldy Setiawan, S.H., dengan tegas menyebut praktik ini sebagai bentuk eksploitasi ketidaktahuan mahasiswa yang sangat merugikan dunia pendidikan.
“Kampus bukan tempat rekrutmen politik terselubung. Apalagi menyasar mahasiswa yang belum siap secara mental dan intelektual. Mereka dijanjikan jalan-jalan, difasilitasi hotel, padahal di balik itu ada agenda politik praktis. Ini tidak etis dan merusak ekosistem pendidikan kita,” ujar Rivaldy, dalam pernyataannya kepada Kompas.id pada Rabu (24/7/2025).
Melanggar Prinsip Netralitas Kampus dan Aturan Pendidikan Tinggi
Rivaldy Setiawan menegaskan, aktivitas organisasi partai di lingkungan kampus secara terselubung ini jelas bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia merujuk pada Permendikbud No. 30 Tahun 2012 tentang Organisasi Kemahasiswaan, yang secara eksplisit menekankan bahwa organisasi ekstra kampus yang berafiliasi dengan partai politik tidak diperbolehkan melakukan aktivitas di dalam kampus tanpa kerja sama resmi dan pengawasan ketat dari pihak kampus.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal ini secara imperatif menyatakan bahwa setiap perguruan tinggi wajib menjamin kebebasan akademik dan otonomi kampus dari segala bentuk intervensi eksternal, termasuk politik praktis. Rivaldy juga mengingatkan adanya Surat Edaran Dirjen Dikti yang secara berulang kali menegaskan pentingnya kampus sebagai zona netral dari praktik partisan demi menjaga marwah pendidikan.
Dampak Buruk dan Seruan Mendesak PGK OKI
Menurut Rivaldy, pola perekrutan yang memanfaatkan keluguan mahasiswa ini dapat menimbulkan serangkaian dampak negatif serius yang mengancam kualitas dan integritas dunia pendidikan. Ia menjelaskan bahwa mahasiswa baru, yang umumnya masih mencari identitas, rentan dimanipulasi secara psikologis karena mudah tergiur dengan iming-iming tanpa memahami implikasi politik jangka panjang dari keterlibatan mereka. Lebih jauh, praktik ini akan merusak netralitas akademik, menyebabkan kampus kehilangan fungsinya sebagai ruang bebas berpikir kritis, penelitian independen, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang objektif.
Tidak hanya itu, Rivaldy menambahkan, aktivitas semacam ini juga berpotensi memicu polarisasi dan perpecahan di kalangan mahasiswa, yang bisa mengganggu iklim akademik yang kondusif. Pada akhirnya, hal ini dapat menyebabkan penurunan integritas akademik, di mana fokus mahasiswa bergeser dari pengembangan diri, akademik, dan moral, menjadi lebih pada loyalitas politik atau keuntungan jangka pendek yang ditawarkan pihak partai.
“Kami mendesak seluruh pimpinan perguruan tinggi di OKI untuk menolak dan melarang segala bentuk aktivitas politik praktis terselubung di lingkungan kampus. Bila dibiarkan, hal ini akan menjadi preseden buruk yang merusak moral dan masa depan generasi muda kita,” tegas Rivaldy dengan nada prihatin.
Menindaklanjuti seruannya, DPD PGK OKI berencana untuk melayangkan surat resmi kepada pihak-pihak terkait, termasuk rektorat seluruh perguruan tinggi di OKI, Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten OKI, serta instansi pendidikan terkait lainnya. Surat ini bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dan mendesak adanya pengawasan ketat serta tindakan nyata terhadap aktivitas politik terselubung di kampus.
“Politik boleh dipelajari, tapi bukan direkrut diam-diam. Biarkan mahasiswa memilih jalannya sendiri dengan kesadaran penuh, bukan karena bujukan atau fasilitas yang dibungkus agenda tertentu,” pungkas Rivaldy, menggarisbawahi pentingnya pendidikan politik yang etis dan transparan. (puputzch)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.