Jakarta, NUSALY – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk menunda rapat paripurna pengesahan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada. Alasannya, kuorum atau jumlah anggota yang hadir tidak mencukupi untuk mengambil keputusan. Namun, di balik penundaan ini, DPR menegaskan komitmennya untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) jika revisi UU Pilkada belum disahkan hingga masa pendaftaran calon di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Ya kan kita ini negara hukum. Nah, kita kan tadinya akan memproduksi revisi menjadi undang-undang yang baru,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024), seperti dilansir detikNews.
Dasco menjelaskan bahwa jika revisi UU Pilkada belum disahkan hingga masa pendaftaran calon di KPU, yang akan dibuka pada 27-29 Agustus 2024, maka DPR akan mengikuti putusan MK terkait aturan pilkada.
“Nah, seandainya dalam waktu pendaftaran itu undang-undang yang baru belum, ya berarti kan kita ikut keputusan yang terakhir, keputusan dari Mahkamah Konstitusi. Kan itu jelas,” tegasnya.
Penundaan Rapat Paripurna
Sebelumnya, DPR telah menyatakan akan menjadwalkan ulang rapat pembahasan revisi UU Pilkada hingga pengesahannya. Dasco sendiri mengaku belum tahu kapan tepatnya penjadwalan ulang akan dilakukan. Ia hanya memastikan bahwa rapat paripurna UU Pilkada tidak akan dilaksanakan hari ini.
“Saya belum bisa ngomong bagaimana nanti. Yang pasti kan hari ini ditunda karena memang nggak kuorum,” ujarnya.
Dasco menambahkan bahwa kelanjutan paripurna ini perlu dibicarakan lebih dulu di tingkat Rapat Pimpinan (Rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus) sesuai ketentuan di DPR. Selain itu, ia juga menegaskan bahwa rapat paripurna hanya akan digelar pada hari Selasa dan/atau Kamis.
“Untuk kemudian prosesnya apakah lanjut atau tidak lanjut, itu harus mekanisme yang ada di DPR. Kita harus rapim lagi, harus Bamus lagi, dan menyesuaikan dengan hari paripurna di DPR,” pungkasnya.
Kontroversi Revisi UU Pilkada
Revisi UU Pilkada ini menuai kontroversi karena dianggap bertentangan dengan putusan MK dalam beberapa hal, antara lain terkait syarat usia calon kepala daerah dan syarat minimal bagi partai politik untuk mengusung calon.
MK sebelumnya memutuskan bahwa usia minimal calon kepala daerah dihitung pada saat pendaftaran, sedangkan Baleg DPR dalam revisi UU Pilkada memutuskan untuk mengikuti aturan MA, yaitu usia minimal dihitung pada saat pelantikan calon.
Selain itu, MK juga memutuskan bahwa partai politik dapat mencalonkan kandidat kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi yang cukup di legislatif. Namun, dalam revisi UU Pilkada, aturan ini diubah sehingga hanya berlaku untuk partai non-parlemen.
Penundaan pengesahan revisi UU Pilkada ini memberikan kesempatan bagi DPR untuk mengkaji ulang substansi revisi dan memastikan kesesuaiannya dengan putusan MK. DPR juga harus lebih transparan dan partisipatif dalam proses revisi ini, serta mendengarkan aspirasi publik yang menginginkan UU Pilkada yang adil dan demokratis.
Publik menunggu langkah selanjutnya dari DPR. Apakah mereka akan melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada atau justru membatalkannya dan kembali pada putusan MK? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya. ***
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.