Headline

Mobil Mewah Membawa Bupati PALI ke Ujung Tanduk Pemakzulan

Analisis Pengamat Politik Bagindo Togar menyebut belanja mobil dinas Bupati sebagai pembangkangan pembuka jalan bagi DPRD untuk melengserkan jabatan politik. Rendahnya dukungan di Parlemen menjadi bumerang.

Mobil Mewah Membawa Bupati PALI ke Ujung Tanduk Pemakzulan
Mobil Mewah Membawa Bupati PALI ke Ujung Tanduk Pemakzulan. Foto: Ilustrasi

PALEMBANG, NUSALY – Pembelian mobil dinas mewah oleh Bupati Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Asgianto, dengan anggaran lebih dari Rp12,2 miliar, telah melampaui batas kewajaran. Angka fantastis ini tidak hanya melanggar Instruksi Presiden tentang efisiensi, melainkan telah menjadi sebuah meriam politik yang meledak di tengah-tengah basis kekuasaannya yang rentan. Isu pemakzulan kini bukan lagi sekadar wacana, melainkan ancaman nyata yang terbentang di hadapan pasangan bupati.

Kronik Anggaran Siluman: Dari Rp 2 Miliar ke Rp 12 Miliar

Skandal ini bermula dari dokumen anggaran yang seharusnya menjadi patokan. Anggaran awal untuk pengadaan kendaraan dinas di Kabupaten PALI ditetapkan sebesar Rp2 miliar. Sebuah angka yang masih masuk akal untuk sebuah kabupaten muda. Namun, entah bagaimana, angka itu membengkak secara drastis, melonjak lebih dari enam kali lipat, hingga mencapai nominal mencengangkan: Rp12.234.567.890.

Lonjakan anggaran ini terjadi tanpa ada jejak baik, diselundupkan alias tanpa komunikasi, koordinasi atau keterlibatan aktif Badan Anggaran (Banggar) DPRD PALI periode 2024-2029. Hal ini lantas memicu kecaman keras dari pengamat politik lokal. Bagindo Togar, yang selama ini dikenal kritis, menyebut tindakan ini sebagai representasi pembangkangan terhadap Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang secara tegas mengamanatkan efisiensi dan penghematan anggaran pemerintah.

Menurut Bagindo, kebijakan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan sebuah bentuk arogansi kekuasaan yang merendahkan peran dan fungsi legislatif.

“Hal ini merupakan representasi pembangkangan terhadap Instruksi Presiden. Seharusnya menjadi trigger bagi DPRD untuk segera responsif menelusuri aliran dan mengungkap alasan penambahan anggaran belanja mobil dinas tersebut,” ujarnya.

Ia melanjutkan bahwa pelanggaran prosedur yang mengabaikan Banggar adalah bentuk nyata dari pelecehan terhadap mekanisme checks and balances.

Pertanyaannya menjadi kritis: Siapa di balik keputusan ini? Bagaimana anggaran yang begitu besar bisa lolos tanpa pengawasan? Adakah kekuatan tersembunyi yang memungkinkan dana publik dialihkan begitu saja? Laporan ini menyiratkan adanya skema penyelundupan anggaran siluman yang beroperasi di luar mekanisme formal, sebuah indikasi awal adanya tata kelola pemerintahan yang tidak transparan dan akuntabel.

Kerikil Tajam di Jalan Kekuasaan Asgianto

Jika pelanggaran anggaran adalah pemicunya, maka kerapuhan politik adalah bahan bakarnya. Posisi Bupati Asgianto di DPRD PALI ibarat berjalan di atas tali dengan mata tertutup. Kekuatan politiknya sangat minim, membuatnya rentan terhadap setiap manuver oposisi.

Komposisi 30 kursi DPRD PALI periode 2024-2029 menjadi bukti nyata. Pasangan Asgianto – Iwan Tuaji saat Pilkada Kabupaten PALI 2024 lalu hanya diusung oleh Partai Gerindra, Nasdem, dan Perindo, yang secara total hanya mengamankan tiga kursi. Dukungan politik yang lemah ini menjadi bumerang yang kini berbalik menyerang.

Sementara itu, kekuatan oposisi yang terdiri dari fraksi-fraksi besar memiliki kekuatan politik yang jauh lebih dominan: PAN (5 kursi), PDIP (5 kursi), Demokrat (4 kursi), dan Golkar (4 kursi). Gabungan kekuatan ini dapat dengan mudah membentuk koalisi untuk menekan kebijakan eksekutif, bahkan untuk mengambil langkah yang lebih ekstrem.

“Mencermati komposisi kursi DPRD PALI, pihak eksekutif cuma didukung 3 kursi dari total 30 kursi. Dukungan politik untuk pasangan Asgianto – Iwan Tuaji sangat lemah dan tidak signifikan dengan konfigurasi kekuatan politik lokal, menjadi sangat mungkin dan pantas untuk dimakzulkan,” tegas Bagindo.

Ia menambahkan, di arena politik, kekuasaan yang tidak didukung oleh mayoritas legislatif akan selalu gamang. Keputusan pembelian mobil mewah ini, kata Bagindo, adalah kesalahan fatal yang membuka celah bagi lawan politik untuk masuk dan mengusik kursi kekuasaannya.

Manuver Politik Oposisi dan Desakan Pansus

Skandal ini memberikan amunisi sempurna bagi kubu oposisi untuk memulai serangan. Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) adalah langkah pertama dan paling strategis yang bisa diambil oleh DPRD. Pansus akan bertugas menelusuri secara mendalam semua dokumen, alur anggaran, hingga pihak-pihak yang terlibat dalam pembelian mobil dinas mewah tersebut.

Jika Pansus menemukan adanya penyalahgunaan wewenang atau indikasi korupsi, temuan tersebut bisa menjadi dasar untuk mengusulkan pemakzulan. Bagindo Togar secara eksplisit mendesak DPRD untuk segera mengambil langkah ini. Ia menilai, jika DPRD PALI diam saja, maka mereka sama saja mengabaikan amanat rakyat dan merendahkan fungsi pengawasan mereka sendiri.

“Hal ini merupakan representasi pembangkangan terhadap Instruksi Presiden. Seharusnya menjadi trigger bagi DPRD segera responsif untuk menelusuri dan mengungkap asal muasal penambahan anggaran belanja mobil dinas tersebut. Bentuk Pansus dan pantas untuk segera mengusulkan pemberhentian kepala daerah,” lanjut Bagindo.

Pergerakan politik di parlemen ini akan menjadi tontonan menarik. Apakah fraksi-fraksi oposisi akan bersatu padu memanfaatkan momentum ini? Atau, apakah akan ada lobi-lobi politik di balik layar untuk meredam isu ini? Yang jelas, keputusan bupati telah membuka kotak Pandora dan nasib kekuasaannya kini berada di tangan lawan-lawan politiknya.

Jalan Pemakzulan dan Skenario Politik ke Depan

Secara hukum, prosedur pemakzulan bupati diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 78. Pasal ini memungkinkan DPRD mengusulkan pemberhentian kepala daerah jika terbukti melanggar sumpah jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, atau melanggar larangan yang telah ditetapkan.

Dalam kasus ini, pelanggaran terhadap Instruksi Presiden dan dugaan pelanggaran prosedur anggaran dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang cukup serius untuk memulai proses pemakzulan. DPRD dapat membentuk Pansus, kemudian menggelar sidang paripurna untuk memutuskan apakah usulan pemberhentian akan dilayangkan ke Gubernur. Jika usulan disetujui, Gubernur akan meneruskannya ke Mahkamah Agung untuk diproses lebih lanjut.

Skenario politik ke depan menjadi spekulatif. Bisa jadi, ini adalah awal dari kekuasaan Asgianto yang berumur pendek. Namun, bisa juga ini hanya menjadi alat tawar-menawar politik yang akan berakhir dengan kompromi di balik layar.

Namun, satu hal yang pasti: dengan langkah pembelian mobil dinas mewah yang politis dan tidak peka terhadap kondisi keuangan negara, Bupati Asgianto telah membuka pintu bagi keruntuhan kekuasaannya sendiri. Ia telah menukar dukungan politik yang dibutuhkan dengan gaya hidup serba mewah yang didambakan. (dhi/InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version