PALEMBANG, NUSALY — Potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan (Sumsel) menunjukkan sinyal peningkatan yang signifikan. Data dari Sipongi Kementerian Lingkungan Hidup per 11 Juli 2025 menunjukkan lonjakan drastis titik panas (hotspot) di wilayah Sumsel, mencapai 235 titik sepanjang bulan Juli ini. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan bulan Juni yang tercatat 169 titik, dan Mei dengan 108 titik.
Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Sumsel, Sudirman, mengonfirmasi tren kenaikan ini. “Sepanjang Juli ini terpantau 235 hotspot, angkanya naik dibandingkan bulan-bulan sebelumnya,” ujar Sudirman pada Minggu (13/7/2025).
Dari total 235 hotspot yang terpantau, mayoritas atau 220 titik berada di lahan mineral, menunjukkan kerentanan lahan jenis ini terhadap potensi kebakaran. Sementara itu, di lahan gambut hanya terpantau sebanyak 15 titik.
Puncak Kenaikan Harian dan Tren Pasca-Hujan
Kenaikan jumlah hotspot harian tertinggi di Juli tercatat pada 2 Juli, di mana Sumsel mendeteksi 67 titik panas dalam satu hari. Dari jumlah tersebut, 63 titik berada di lahan mineral dan 4 titik di lahan gambut.
Lonjakan berikutnya terjadi pada 4 Juli dengan 59 titik (hotspot) (55 di lahan mineral dan 4 di lahan gambut), diikuti oleh 1 Juli dengan 46 titik (40 di lahan mineral dan 6 di lahan gambut). “Sementara untuk 3 Juli ada 14 titik,” tambah Sudirman.
Namun, kabar baiknya, mulai 6 hingga 11 Juli, tren jumlah hotspot di Sumsel menunjukkan penurunan. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Sumsel tidak mengalami cuaca panas yang signifikan dan bahkan terjadi hujan ekstrem di beberapa area, yang juga sempat mengakibatkan longsor.
Pada 6 Juli, hotspot hanya tercatat 19 titik (seluruhnya di lahan mineral). Angka ini terus menurun menjadi 4 titik pada 7 Juli, 6 titik pada 8 Juli, 11 titik pada 9 Juli, 7 titik pada 10 Juli, dan hanya 2 titik pada 11 Juli.
Klarifikasi Penting: Hotspot Belum Tentu Karhutla, Perlu Verifikasi Lapangan
Sudirman menekankan bahwa deteksi hotspot bukan secara otomatis berarti telah terjadi kebakaran hutan dan lahan. Hotspot adalah indikasi adanya anomali suhu yang lebih tinggi dari lingkungan sekitar, yang bisa disebabkan oleh berbagai hal. Namun, ia tidak menampik bahwa deteksi hotspot yang cukup lama dan konsisten bisa menjadi indikasi kuat adanya Karhutla.
“Iya jika hotspot yang terpantau cukup lama, maka personel melakukan peninjauan untuk memastikan apakah terjadi Karhutla atau tidak. Diperlukan verifikasi lapangan dan data dari berbagai sumber seperti patroli darat, informasi masyarakat, dan data satelit lainnya,” ungkapnya.
BPBD Sumsel terus berkoordinasi dengan instansi terkait dan masyarakat untuk memantau setiap hotspot yang muncul, memastikan respons cepat dan tepat jika terbukti ada Karhutla demi menjaga kualitas udara dan lingkungan Sumsel. (desta)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.