Hukum

Korupsi Dana PMI, Celah Rangkap Jabatan Eks Wawali Palembang

Sidang perdana kasus korupsi PMI Palembang yang menjerat eks Wakil Wali Kota Fitrianti Agustinda dan suami menyoroti implikasi rangkap jabatan publik dan Ketua Lembaga Kemanusiaan. Jaksa menduga dana pengolahan darah untuk masyarakat dikorupsi selama periode 2020-2023.

Celah Korupsi Rangkap Jabatan, Mantan Wawali Palembang Didakwa Bajak Dana Kemanusiaan PMI
Celah Korupsi Rangkap Jabatan, Mantan Wawali Palembang Didakwa Bajak Dana Kemanusiaan PMI. Foto: Dok. Indra/Nusaly.com

PALEMBANG, NUSALYKorupsi dana PMI Kota Palembang menjadi pusat perhatian publik pada Selasa (30/9/2025). Ruang sidang Garuda Pengadilan Negeri Palembang menjadi saksi kehadiran mantan Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda (Finda). Ia memasuki ruang sidang dengan tangan diborgol dan mengenakan rompi tahanan untuk menghadapi pembacaan dakwaan. Kehadiran Finda, yang tetap tegar dan bahkan sempat melempar senyum kepada awak media, kontras dengan seriusnya dakwaan yang menantinya.

Dalam perkara ini, Finda duduk sebagai terdakwa bersama suaminya, Dedi Siprianto, mantan Kepala Bagian Administrasi dan Umum Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Palembang. Inti kasus ini adalah dugaan penyalahgunaan dana biaya pengganti pengolahan darah UTD PMI Palembang periode 2020-2023. Dana ini seharusnya dipakai demi kelancaran layanan transfusi darah bagi masyarakat.

Implikasi Sistemik Rangkap Jabatan

Kasus korupsi dana PMI ini menjadi sorotan tajam karena subjeknya: lembaga kemanusiaan. Finda menjabat sebagai Wakil Wali Kota Palembang (jabatan publik/politik) sekaligus Ketua PMI Kota Palembang (jabatan di lembaga sosial) periode 2019-2024. Rangkap jabatan inilah yang diduga menjadi celah sistemik paling rentan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Palembang menduga, kekuasaan yang melekat pada Finda disalahgunakan. Baik secara politis sebagai pejabat daerah maupun secara struktural sebagai Ketua PMI. Suaminya, Dedi Siprianto, berperan kunci dalam administrasi UTD. Peran Dedi diduga memfasilitasi tindak korupsi dana PMI dari internal lembaga. Dana yang sangat sensitif, yang bersumber dari biaya pengolahan darah masyarakat, diduga kuat diselewengkan, menimbulkan potensi kerugian negara dalam jumlah signifikan.

Pengamanan yang diperketat di PN Palembang—bersamaan dengan sidang korupsi proyek pokir DPRD OKU—menegaskan tingginya sensitivitas kasus ini. Pasal yang dijeratkan kepada pasangan suami-istri ini adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 55 KUHP.

Erosi Kepercayaan Publik Akibat Korupsi Dana PMI

Persidangan ini adalah ujian bagi integritas lembaga kemanusiaan di daerah. Dana pengolahan darah adalah dana yang bergerak di ranah sosial dan kesehatan publik, membutuhkan kepercayaan tinggi dari masyarakat yang menyumbangkannya. Praktik korupsi dana PMI, jika terbukti, akan meruntuhkan kredibilitas seluruh gerakan kemanusiaan di Palembang.

Meskipun Finda menunjukkan sikap tenang dan siap menghadapi proses hukum, perhatian publik dan media akan terfokus pada detail dakwaan. Apakah JPU mampu membuktikan adanya intervensi kekuasaan dari luar PMI (melalui jabatan Wawali) yang memfasilitasi penyalahgunaan dana, ataukah penyalahgunaan ini murni terjadi di internal PMI yang dipimpin oleh pejabat publik?

Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan ini baru permulaan. Namun, implikasi sistemik dari rangkap jabatan dan korupsi dana kemanusiaan ini menuntut evaluasi mendalam terhadap regulasi yang mengatur kepemimpinan lembaga-lembaga sosial yang bersinggungan erat dengan kekuasaan politik di daerah. (InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version