Hukum

KPK Tetapkan 6 Tersangka Kasus Suap Proyek Dinas PUPR OKU, Libatkan Kepala Dinas dan Anggota DPRD

Dua Pemberi Suap dari Pihak Swasta, Dua Orang Lain Dipulangkan

KPK Tetapkan 6 Tersangka Kasus Suap Proyek Dinas PUPR OKU, Libatkan Kepala Dinas dan Anggota DPRD
KPK Tetapkan 6 Tersangka Kasus Suap Proyek Dinas PUPR OKU, Libatkan Kepala Dinas dan Anggota DPRD. Foto: dok. detikcom

PALEMBANG, NUSALY.COMKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan penetapan tersangka terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Sebanyak enam orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU. Sementara itu, dua orang lainnya yang sebelumnya turut diamankan dipulangkan dari Gedung Merah Putih KPK.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers yang digelar pada Minggu (16/3/2025), mengungkapkan bahwa penyidik akan melakukan penahanan terhadap enam tersangka tersebut selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 16 Maret hingga 4 April 2025. Langkah ini diambil untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan penyelenggara negara dan pihak swasta di Kabupaten OKU.

Dua Pihak Swasta Diduga Sebagai Pemberi Suap

Dalam pengumuman tersebut, Ketua KPK merinci identitas keenam tersangka. Dua di antaranya adalah pihak yang diduga sebagai pemberi suap, yakni M Fauzi (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS). Keduanya berasal dari pihak swasta dan diduga memberikan sejumlah uang sebagai imbalan untuk mendapatkan proyek di Dinas PUPR OKU.

Kepala Dinas PUPR dan Tiga Anggota DPRD OKU Jadi Penerima Suap

Sementara itu, empat orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Mereka terdiri dari penyelenggara negara, di mana tiga di antaranya merupakan anggota DPRD OKU, yaitu Ferlan Juliansyah (FJ), M Fahrudin (MFR), dan Uki Hartati (UH). Satu tersangka lainnya yang diduga menerima suap adalah Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah (NOV). Penetapan tersangka ini mengonfirmasi keterlibatan unsur eksekutif dan legislatif dalam praktik korupsi di Kabupaten OKU.

Modus Operandi: Fee Proyek Sebagai Imbalan Pengesahan APBD

Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa kasus korupsi di OKU ini berkaitan erat dengan dugaan praktik pemberian fee proyek yang ada di Dinas PUPR OKU. Kasus ini bermula pada saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2025 yang dilakukan pada bulan Januari lalu. Dalam proses pembahasan tersebut, beberapa perwakilan dari DPRD OKU diduga menemui pihak pemerintah daerah.

“Pada pembahasan tersebut, DPRD meminta jatah pokir seperti diduga sudah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Kemudian disepakati bahwa jatah pokir diubah menjadi proyek fisik di Dinas PU dan Perumahan sebesar Rp 40 miliar dengan pembagian untuk ketua dan wakil ketua (DPRD OKU) nilai proyek yang disepakati Rp 5 miliar dan anggota Rp 1 miliar,” ungkap Ketua KPK.

Namun, dalam perkembangannya, nilai proyek yang disepakati tersebut kemudian turun menjadi Rp 35 miliar karena adanya keterbatasan anggaran di Kabupaten OKU. Meskipun demikian, kesepakatan mengenai fee untuk anggota dewan tetap berlanjut. “Untuk fee ke dewan disepakati sebesar 20% sehingga total fee menjadi Rp 7 miliar,” lanjut Setyo Budiyanto.

Anggaran Dinas PUPR Melonjak Setelah APBD Disetujui

Ketua KPK juga menyoroti adanya kejanggalan dalam proses penganggaran di Dinas PUPR OKU. Setelah APBD tahun 2025 disetujui, anggaran untuk dinas tersebut mengalami kenaikan yang signifikan, bahkan mencapai dua kali lipat dari pembahasan awal. “Saat APBD 2025 disetujui, anggaran dinas di PUPR naik signifikan atau dua kali lipat dari pembahasan awal Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar,” katanya. Kenaikan anggaran yang drastis ini semakin menguatkan dugaan adanya praktik korupsi yang terstruktur.

Kepala Dinas PUPR Tawarkan 9 Proyek dengan Komitmen Fee 22%

Lebih lanjut, Ketua KPK memaparkan peran Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah, dalam kasus ini. Setelah anggaran disetujui, Nopriansyah diduga menawarkan sembilan proyek kepada dua tersangka dari pihak swasta, M Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso, dengan komitmen fee sebesar 22%. “Rinciannya, 2% untuk Dinas PUPR dan 20% untuk DPRD,” jelas Setyo Budiyanto.

Selain itu, Kepala Dinas PUPR juga diduga mengkondisikan pihak swasta yang akan mengerjakan proyek dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menggunakan beberapa perusahaan yang berdomisili di Lampung Tengah. “Kemudian penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah,” imbuhnya. Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk menyamarkan proses tender dan mengarahkan proyek kepada pihak-pihak tertentu.

Rincian 9 Proyek yang Diduga Terlibat Suap

KPK kemudian merinci sembilan kegiatan atau proyek yang diduga menjadi objek suap dalam kasus ini:

  1. Rehabilitasi rumah dinas bupati dengan anggaran Rp 8,3 miliar dan penyedia CV RF.
  2. Rehabilitasi rumah dinas wakil bupati dengan anggaran Rp 2,4 miliar dan penyedia CV RE.
  3. Pembangunan kantor Dinas PUPR dengan anggaran Rp 9,8 miliar dan penyedia CV DSA.
  4. Pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur dengan anggaran Rp 983 juta dan penyedia CV GR.
  5. Peningkatan jalan poros Tanjung Manggus Desa Bandar Agung dengan anggaran Rp 4,9 miliar dan penyedia CV DSA.
  6. Peningkatan Jalan Panai Makmur-Guna Makmur dengan anggaran Rp 4,9 miliar dan penyedia CV ACN.
  7. Peningkatan jalan unit 16 Kedaton Timur dengan anggaran Rp 4,9 miliar dan penyedia CV MDR Corporation.
  8. Peningkatan jalan Letnan Muda MCD Juned dengan anggaran Rp 4,8 miliar dan penyedia CV PH.
  9. Peningkatan jalan Makarti Tama dengan anggaran Rp 3,9 miliar dan penyedia CV MDR.

Ketua KPK menegaskan bahwa semua proyek ini diduga diatur oleh Kepala Dinas PUPR OKU bersama dengan PPK yang kemudian berangkat ke Lampung Tengah untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak. “Jadi mereka pinjam nama, pinjam bendera. Tetapi yang mengerjakan adalah MFZ dan ASS,” pungkasnya. Hal ini mengindikasikan adanya praktik percaloan proyek dan penggunaan perusahaan nominee dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab OKU.

Penetapan enam tersangka dalam kasus ini menunjukkan keseriusan KPK dalam memberantas praktik korupsi di daerah. Detail modus operandi yang diungkapkan juga memberikan gambaran betapa terstruktur dan sistematisnya dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kabupaten OKU, melibatkan unsur eksekutif, legislatif, dan pihak swasta. Proses hukum selanjutnya akan menjadi perhatian publik untuk memastikan keadilan dapat ditegakkan dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya. (dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version