Hukum

Pengakuan Nopriansyah di Sidang Korupsi OKU: Bupati Terpilih Teddy Meilwansyah Minta Dana Rp300 Juta dari Kontraktor untuk Saksi MK

Mantan Kadis PUPR OKU Beberkan Aliran Dana dari Rekanan untuk Akomodasi Saksi Gugatan Pilkada. Jaksa KPK Didesak Ungkap Lebih Jauh Jaringan Korupsi Proyek Pokir Rp45 Miliar yang Diduga Melibatkan Pejabat dan Legislatif.

Pengakuan Nopriansyah di Sidang Korupsi OKU: Bupati Terpilih Teddy Meilwansyah Minta Dana Rp300 Juta dari Kontraktor untuk Saksi MK
Pengakuan Nopriansyah di Sidang Korupsi OKU: Bupati Terpilih Teddy Meilwansyah Minta Dana Rp300 Juta dari Kontraktor untuk Saksi MK. Foto: Dok. Istimewa

PALEMBANG, NUSALY – Drama persidangan kasus dugaan korupsi proyek pokok pikiran (pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) kembali menguak fakta mengejutkan, mengurai benang merah praktik rasuah yang telah lama bercokol. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Senin (23/6/2025), mantan Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah, yang kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka, membeberkan adanya permintaan uang tunai dari sosok yang ia sebut sebagai “Bos T”.

Permintaan tersebut, menurut Nopriansyah, datang langsung dari Bupati OKU terpilih, Teddy Meilwansyah. Uang sebesar Rp300 juta itu, kata Nopriansyah di hadapan majelis hakim yang diketuai Idi Il Amin SH MH, diminta untuk keperluan akomodasi para saksi dalam sidang gugatan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) yang kala itu berlangsung di Jakarta.

“Pak Teddy minta saya carikan pinjaman uang sebesar Rp300 juta untuk akomodasi para saksi gugatan MK,” ungkap Nopriansyah di ruang sidang, sebuah kesaksian yang langsung menyeret nama orang nomor satu di OKU.

Ia melanjutkan, permintaan tersebut dipenuhi dengan mencari dana dari sejumlah rekanan kontraktor Dinas PUPR, yakni Ujang, Reza, Adit, dan Zarkasih. Uang yang terkumpul itu, kata Nopriansyah, kemudian diserahkan kepada ajudan pribadi Teddy Meilwansyah di salah satu hotel di Jakarta tempat Teddy menginap.

Namun, ketika jaksa KPK menanyakan apakah ada bukti tertulis atau perjanjian resmi atas transaksi tersebut, Nopriansyah menjawab tegas: tidak ada dokumen tertulis atau perjanjian hitam di atas putih. “Saya hanya menyerahkan ke ajudan pribadi Pak Teddy. Soal sampai atau tidak ke tangan beliau, saya tidak bisa memastikan, tapi saya yakin sudah diserahkan,” katanya, sebuah pengakuan yang menimbulkan pertanyaan tentang transparansi aliran dana tersebut.

Pusaran Proyek Rp45 Miliar: Modus Klasik “Fee” dan “Pinjam Bendera”

Keterangan Nopriansyah ini diduga menjadi bagian dari rangkaian panjang penyidikan kasus korupsi yang disebut sebagai praktik “berjemaah”, melibatkan para pejabat eksekutif dan legislatif di OKU. Dalam dakwaan, Nopriansyah diketahui menawarkan sembilan paket proyek strategis bernilai miliaran rupiah kepada dua kontraktor, Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso, dengan syarat pemberian fee.

Untuk menyamarkan aliran dana, proyek-proyek tersebut dikemas seolah melalui perusahaan berbeda, padahal dikendalikan oleh pihak yang sama melalui modus “pinjam bendera”. Paket proyek itu sendiri bernilai hampir Rp45 miliar, dan mencakup pembangunan serta peningkatan infrastruktur vital seperti rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, pembangunan kantor dinas PUPR, serta peningkatan jalan dan jembatan.

Dugaan kuat menyebut bahwa pengondisian proyek telah dimulai sejak pembahasan Rancangan APBD tahun 2025. Bahkan, ada indikasi bahwa sejumlah anggota DPRD OKU turut meminta agar dana pokir mereka dijadikan proyek fisik sebagai bentuk imbalan dukungan anggaran, menunjukkan praktik korupsi yang terstruktur dari hulu ke hilir.

Sembilan proyek yang disebut dalam dakwaan sebagai “bancakan” itu adalah:

  1. Rehabilitasi Rumah Dinas Bupati OKU – Rp8,39 miliar (CV RF)
  2. Rehabilitasi Rumah Dinas Wakil Bupati – Rp2,46 miliar (CV RE)
  3. Pembangunan Kantor Dinas PUPR OKU – Rp9,88 miliar (CV DSA)
  4. Pembangunan Jembatan Desa Guna Makmur – Rp983 juta (CV GR)
  5. Peningkatan Jalan Poros Tanjung Manggus–Bandar Agung – Rp4,92 miliar (CV DSA)
  6. Peningkatan Jalan Panai Makmur–Guna Makmur – Rp4,92 miliar (CV ACN)
  7. Peningkatan Jalan Unit XVI–Kedaton Timur – Rp4,92 miliar (CV MDR Corp.)
  8. Peningkatan Jalan Let Muda M Sidi Junet – Rp4,85 miliar (CV BH)
  9. Peningkatan Jalan Desa Makarti Tama – Rp3,93 miliar (CV MDR Corp.)

Kini, selain Fauzi dan Sugeng yang telah menjadi terdakwa, Nopriansyah juga resmi menyandang status tersangka. Penyelidikan KPK terus berlanjut, dan publik menanti apakah pengusutan akan menyeret lebih jauh pihak-pihak yang disebut dalam percakapan internal sebagai “Bos T” (yang kini disebut Nopriansyah sebagai Teddy Meilwansyah) dan “Bos N”, serta aktor lain yang mungkin selama ini berada di balik layar korupsi proyek pokir berjemaah tersebut. Sidang ini menjadi ujian bagi penegakan hukum dan komitmen antikorupsi di OKU. (InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version