PALEMBANG, NUSALY – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan negara menggratiskan pendidikan dasar sembilan tahun, baik di sekolah negeri maupun swasta, langsung memantik respons dari legislatif daerah. Di Sumatera Selatan (Sumsel), Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Alwis Gani, menyatakan dukungan penuh terhadap amanat konstitusi tersebut. Namun, ia tak menampik bahwa implementasi di lapangan akan menghadapi tantangan serius, terutama terkait dengan kemampuan fiskal daerah.
“Putusan MK itu hanya menegaskan kembali perintah undang-undang: sekolah wajib sembilan tahun harus ditanggung negara,” tegas Alwis, Rabu (28/5/2025). Meskipun demikian, ia juga realistis. “Tapi realitanya, tidak semua daerah punya kemampuan fiskal yang sama. DKI Jakarta bisa, mereka punya dana besar. Sumsel? Kita akan lihat dan rencanakan bertahap,” ujarnya, menyoroti perbedaan kapasitas anggaran antarprovinsi.
Alwis mencontohkan langkah progresif yang telah diambil oleh Provinsi Jawa Barat. Di sana, siswa SMP yang tidak tertampung di sekolah negeri dapat disalurkan ke sekolah swasta berkualitas dengan biaya yang ditanggung oleh pemerintah provinsi. Model ini menjadi inspirasi bagi Sumsel.
“Kalau Sumsel memungkinkan, kita akan dorong skema yang sama mulai 2026,” kata politisi Gerindra itu. Namun, ia kembali menekankan pentingnya pertimbangan anggaran. “Tapi perlu pembahasan anggaran. Kita realistis,” tambahnya, menunjukkan bahwa komitmen perlu diikuti dengan perencanaan finansial yang matang.
Atasi Angka Anak Tidak Sekolah: DPRD Dorong Model Sekolah Afiliasi dan Alokasi APBD
Lebih jauh, Alwis Gani tidak hanya fokus pada pembiayaan, tetapi juga menawarkan solusi jangka menengah untuk mengatasi permasalahan mendesak lainnya: tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) pasca-lulus SMP. Ia mendorong penerapan model sekolah afiliasi. Dalam skema ini, sekolah negeri dapat bekerja sama dengan sekolah swasta atau membuka kelas kecil di daerah-daerah yang layanan pendidikan lanjutannya belum terjangkau secara optimal.
“Tahun pertama mungkin baru 15-20 murid. Tapi kalau minatnya tinggi, bisa kita dorong jadi sekolah baru,” jelasnya. Model ini dinilai efektif untuk secara bertahap menekan angka ATS. “Ini cara kita tekan angka anak tidak sekolah (ATS) setelah SMP. Sekarang ada 12 ribu lebih anak di Sumsel yang mandek setelah lulus SMP. Ini darurat pendidikan,” tegas Alwis dengan nada serius, menyoroti urgensi masalah ini.
Komisi V DPRD Sumsel berjanji akan membawa persoalan ini ke dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mereka berkomitmen untuk mendorong pihak eksekutif agar tidak lagi menjadikan keterbatasan anggaran sebagai alasan untuk membiarkan permasalahan ini berlarut-larut.
“Negara sudah diperintah MK. Sekarang tinggal kemauan politik daerah. Kalau tidak sanggup, berarti kita menelantarkan hak dasar anak-anak kita sendiri,” pungkas Alwis, memberikan penekanan kuat pada tanggung jawab moral dan konstitusional pemerintah daerah dalam menjamin hak pendidikan bagi seluruh anak di Sumsel. Putusan MK ini diharapkan menjadi momentum bagi Pemprov Sumsel untuk merevitalisasi komitmennya terhadap pendidikan dasar yang merata dan berkualitas. (desta)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.