MESUJI RAYA, NUSALY — Integrasi antara sektor perkebunan dan pangan kini menjadi solusi strategis untuk menghadapi tantangan ketersediaan lahan pertanian. Petani kelapa sawit di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, mulai memanfaatkan lahan yang sedang dalam masa Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk menanam padi gogo sebagai sumber pangan alternatif.
Langkah ini dilakukan oleh 12 Koperasi Unit Desa (KUD) mitra binaan PT Sampoerna Agro yang tersebar di Kecamatan Mesuji Raya, Pedamaran Timur, dan Pedamaran. Melalui sistem intercropping atau tumpang sari, lahan sawit yang baru ditanam tidak dibiarkan kosong, melainkan dioptimalkan untuk produktivitas jangka pendek sebelum pohon sawit mencapai usia produktif.
Strategi Optimasi Lahan Nasional
Bupati OKI, H. Muchendi, menegaskan bahwa pemanfaatan lahan PSR untuk padi gogo menunjukkan fleksibilitas program peremajaan kelapa sawit dalam mendukung kedaulatan pangan nasional. Hal ini disampaikan Muchendi saat melakukan tanam perdana di Kebun KUD Bina Sejahtera, Desa Kerta Mukti, Kecamatan Mesuji Raya, Kamis (17/12/2025).
“Penanaman padi gogo hari ini membuktikan bahwa program PSR tidak hanya berfokus pada peremajaan sawit, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi petani melalui pola tumpang sari yang produktif,” ujar Muchendi.
Senada dengan hal tersebut, perwakilan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Doris Monica, menjelaskan bahwa strategi ini merupakan instruksi pusat untuk melakukan optimasi lahan perkebunan. Pola tumpang sari padi gogo dapat dilakukan pada tanaman perkebunan yang berusia di bawah dua tahun guna meningkatkan luas tanam padi secara nasional.
Pendanaan PSR dan Evaluasi Keberlanjutan
Selain penguatan sektor pangan, momentum ini juga digunakan untuk menyerahkan hasil penilaian fisik kebun sawit rakyat sebagai dasar pendanaan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Berdasarkan hasil evaluasi teknis, sebanyak 9.168 hektare lahan sawit rakyat di Kecamatan Mesuji Raya, Mesuji, dan Lempuing Jaya dinyatakan memenuhi syarat untuk menerima dukungan pendanaan. Kepala Dinas Perkebunan OKI, Dedy Kurniawan, menjelaskan bahwa penilaian tersebut sangat krusial untuk menjamin efektivitas dana negara.
“Penilaian meliputi kondisi kesehatan tanaman, pertumbuhan, hingga produktivitas. Ini menjadi dasar agar pendanaan BPDPKS tepat sasaran dan benar-benar memberikan dampak pada kesejahteraan petani,” tutur Dedy.
Inovasi Pupuk Organik dan Ekonomi Sirkular
Inovasi menarik lainnya muncul dari KUD Bina Sejahtera yang berhasil mengelola limbah sawit dan kotoran ternak menjadi pupuk organik secara mandiri. Langkah ini tidak hanya memperbaiki struktur tanah, tetapi juga secara signifikan menekan biaya produksi petani.
Ketua KUD Bina Sejahtera, H. Azhar, mengungkapkan bahwa penggunaan pupuk organik hasil produksi mandiri mampu mengurangi biaya produksi hingga 50 persen. Bahan bakunya berasal dari tandan kosong, limbah cair pabrik, hingga kotoran ternak yang difermentasi.
Ekosistem ekonomi sirkular ini bahkan memberikan dampak tambahan bagi warga sekitar. “Masyarakat yang memiliki ternak kami beli kotorannya Rp 10.000 per karung. Bahkan air cucian beras pun memiliki nilai ekonomis sebagai bahan pupuk cair,” jelas Azhar.
Inovasi ini diharapkan mendapat pendampingan dari pemerintah, terutama terkait legalitas izin produksi, agar praktik baik dari Mesuji Raya ini dapat direplikasi oleh para petani sawit di wilayah lain. Sinergi antara komoditas perkebunan, tanaman pangan, dan pengolahan limbah organik ini menjadi model pembangunan pertanian berkelanjutan yang ideal bagi Kabupaten OKI di masa depan.
(puputzch)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.






