Layanan Vital

Krisis Pasokan dan Energi Paksa Layanan Gizi Aceh Beralih ke Pangan dan Briket Lokal

Bencana banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat memicu krisis pasokan vital yang melumpuhkan 19 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Bireun. Untuk mempertahankan layanan, Badan Gizi Nasional (BGN) Regional Aceh melakukan transisi radikal: mengganti menu dengan pangan lokal dan beralih dari gas ke briket batu bara sebagai sumber energi.

Krisis Pasokan dan Energi Paksa Layanan Gizi Aceh Beralih ke Pangan dan Briket Lokal
Bencana banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat memicu krisis pasokan vital yang melumpuhkan 19 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Bireun. (Dok. Istimewa)

BIREUN, NUSALY — Krisis multi-sektor yang dipicu oleh bencana hidrometeorologi yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mulai memukul sektor layanan esensial, khususnya pemenuhan gizi bagi masyarakat terdampak. Di Kabupaten Bireun, Aceh, 19 dari 26 SPPG terpaksa menghentikan operasionalnya, menyoroti tantangan kritis dalam manajemen logistik gizi di zona bencana.

Kelangkaan bahan baku utama, pasokan gas, air bersih, dan listrik yang terganggu menjadi empat pilar masalah yang dihadapi oleh pengelola SPPG. Akibatnya, layanan yang semula beroperasi penuh untuk membantu korban bencana harus terhenti sementara.

Kepala Regional SPPG Badan Gizi Nasional (BGN) Aceh, Mustafa Kamal, mengungkapkan bahwa timnya sedang berupaya keras untuk mencari solusi adaptif. “Kami sedang berupaya untuk mengganti menu dengan menu lokal karena bahan pangan untuk SPPG-SPPG ini mengalami kelangkaan,” kata Kamal pada Rabu pagi (3/12/2025).

Gizi Lokal dan Energi Transisi

Keputusan untuk mengganti menu adalah respons cepat terhadap putusnya rantai pasok dari luar wilayah.

Mustafa Kamal menjelaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi untuk mengusulkan penggantian bahan baku impor atau luar daerah dengan sumber daya lokal yang melimpah, seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, tahu tempe, dan ikan yang dibudidayakan di kolam warga.

Bahan baku lokal ini dilaporkan masih tersedia di wilayah Aceh Barat, Bireun, dan Pidie.

Transisi ini tidak hanya menjamin keberlanjutan pasokan gizi, tetapi juga menjadi model ketahanan pangan berbasis kearifan lokal dalam situasi krisis.

Masalah kedua yang mendesak adalah kelangkaan pasokan energi, khususnya gas. Setelah bertemu dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, BGN menyimpulkan bahwa pasokan gas normal memerlukan waktu satu hingga dua bulan.

Solusi yang disepakati adalah mengganti bahan bakar gas dengan briket batu bara.

“Kemarin kami sudah bertemu ESDM Aceh yang menawarkan briket batu bara,” ungkap Kamal.

Transisi energi ini merupakan langkah pragmatis manajemen krisis, memastikan dapur umum tetap mengepul meskipun menggunakan sumber energi alternatif yang ditawarkan oleh pemerintah daerah.

Kelumpuhan Infrastruktur Esensial

Meskipun solusi adaptif untuk pangan dan energi sudah ditemukan, masalah struktural yang lebih dalam tetap menjadi hambatan utama, yaitu ketersediaan air bersih dan pasokan listrik yang stabil.

Instalasi air minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di beberapa wilayah dilaporkan berantakan pascabanjir, dan PDAM belum dapat memastikan jadwal perbaikan. Sementara itu, aliran listrik juga belum stabil karena banyak instalasi dan jaringan yang terendam banjir.

Tim Deputi Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas) BGN, yang dipimpin oleh Letjen TNI (Purn.) Dadang Hendrayuda, mengonfirmasi temuan lapangan ini. Hasilnya, 19 SPPG di Bireun terpaksa berhenti beroperasi karena kombinasi kelangkaan bahan baku, gas, air bersih, dan listrik.

Dua kecamatan di Bireun yang paling terdampak langsung adalah Kecamatan Jangka dan Kecamatan Peusangan.

Kepala Regional SPPG Badan Gizi Nasional (BGN) Aceh, Mustafa Kamal. (Dok. Istimewa)

Respons Cepat dan Kolaborasi Lintas Sektor

Sebelum terpaksa berhenti, SPPG di Bireun menunjukkan peran krusial dalam respons cepat pascabencana. Sebanyak 21 SPPG mengalihkan penerima manfaat program Makanan Bergizi (MBG) dari siswa sekolah (karena sekolah diliburkan) menjadi bantuan langsung untuk korban bencana di Kabupaten Bireun.

Dalam rentang 26 hingga 29 November 2025, 21 SPPG menyalurkan lebih dari 168.935 paket bantuan gizi kepada korban terdampak. Selain itu, SPPG berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Bireun dengan meminjamkan total lima kendaraan operasional untuk distribusi bantuan.

Namun, kendala struktural pasokan bahan baku dan infrastruktur memaksa layanan gizi hanya dapat beroperasi hingga 3 Desember 2025.

Peristiwa ini menunjukkan betapa rentannya sistem layanan gizi di daerah rawan bencana terhadap kegagalan infrastruktur dasar.

Upaya pemulihan pasca-bencana kini harus berfokus tidak hanya pada perbaikan SPPG itu sendiri, tetapi juga pemulihan jaringan utilitas (listrik, air, gas) yang vital.

(dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version