Banner Pemprov Sumsel Pemutihan Pajak

Politik

Nasdem Sumsel Investigasi Dugaan Pelanggaran Kader, Ketua Komisi III DPRD Ogan Ilir Terancam Sanksi

×

Nasdem Sumsel Investigasi Dugaan Pelanggaran Kader, Ketua Komisi III DPRD Ogan Ilir Terancam Sanksi

Sebarkan artikel ini

Partai Turun Tangan Atasi Kisruh Permohonan Bantuan Seragam, Menyoroti Urgensi Etika dan Disiplin dalam Politik Lokal

Nasdem Sumsel Investigasi Dugaan Pelanggaran Kader, Ketua Komisi III DPRD Ogan Ilir Terancam Sanksi
Sekretaris Wilayah DPW Partai Nasdem Provinsi Sumsel, H Nopianto, S.Sos, MM. Foto: Dok. Istimewa

OGAN ILIR, NUSALY — Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem Provinsi Sumatera Selatan bergerak cepat menanggapi kisruh yang melibatkan kadernya di Ogan Ilir. Sebuah tim investigasi telah diturunkan ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Nasdem Kabupaten Ogan Ilir untuk mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua Komisi III DPRD, Arif Fahlevi. Perkara ini berawal dari surat permohonan bantuan seragam yang dilayangkan Komisi III DPRD Kabupaten Ogan Ilir ke sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), sebuah tindakan yang dinilai melampaui etika dan instruksi partai.

Langkah tegas ini menunjukkan keseriusan Partai Nasdem dalam menjaga citra dan disiplin internalnya. Sekretaris Wilayah DPW Partai Nasdem Provinsi Sumsel, H Nopianto, S.Sos, MM, menyampaikan bahwa pihaknya kini tengah menanti hasil investigasi tersebut. “Mungkin dua atau tiga hari ini baru ada hasilnya,” terang Nopianto melalui sambungan telepon, Kamis, 18 September 2025 malam. Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumsel ini menambahkan, pihaknya juga telah memanggil Ketua DPD Nasdem Kabupaten Ogan Ilir untuk menindaklanjuti permasalahan ini.

Menurut Nopianto, sanksi terhadap kader sudah diatur jelas dalam mekanisme organisasi partai. Nasdem juga sebenarnya sudah menginstruksikan seluruh kader di daerah agar lebih berhati-hati dalam bersikap dan menyampaikan pernyataan. Kasus ini, meskipun terlihat remeh, menyentuh isu fundamental terkait etika dan akuntabilitas publik seorang pejabat.

Garis Tipis Antara Tugas dan Penyalahgunaan Wewenang

Kontroversi permohonan bantuan seragam ini menguak permasalahan yang lebih dalam dari sekadar persoalan administratif. Tindakan seorang Ketua Komisi DPRD yang meminta bantuan kepada OPD yang merupakan mitra kerjanya, berpotensi memicu konflik kepentingan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah permohonan tersebut murni untuk kepentingan organisasi, atau justru menjadi alat untuk memperkaya diri atau kelompok.

Baca juga  Tiga Kali Lebaran Tanpa THR, Karyawan Perumda Tirta Ogan Diimbau Melapor

Tentu, sebagai anggota dewan, seorang wakil rakyat memiliki hak untuk memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Namun, permohonan langsung kepada OPD untuk bantuan barang, seperti seragam, dapat dilihat sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. Hal ini berpotensi menekan pihak OPD, yang secara hierarki berada di bawah pengawasan legislatif. Inilah mengapa tindakan Arif Fahlevi dinilai melanggar etika dan sensitivitas terhadap kondisi sekarang.

Nopianto sendiri menegaskan bahwa seorang kader seharusnya memiliki sensitivitas dan tidak membuat kegaduhan. “Kader seharusnya punya sensitivitas terhadap kondisi sekarang, menjaga etika, tidak membuat kegaduhan, serta tetap menjalankan tupoksi sesuai aturan, regulasi, dan arahan partai,” pungkasnya. Pernyataan ini menjadi pengingat bagi seluruh kader partai. Ini juga menunjukkan bahwa partai politik kini dituntut untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas anggotanya.

Menanti Sanksi Tegas dari Partai

Menyinggung kemungkinan sanksi yang akan dijatuhkan kepada Arif Fahlevi, Nopianto tidak menutup kemungkinan adanya pencopotan jabatan. “Makanya kita tunggu dulu tim investigasi bekerja, setelah itu barulah kita ambil keputusan,” tegasnya. Sanksi ini dapat bervariasi, mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, hingga pencopotan dari jabatannya sebagai Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Ogan Ilir.

Langkah ini penting untuk memberikan efek jera. Terutama bagi para kader yang mungkin tergoda untuk menyalahgunakan posisi mereka. Jika partai mengambil tindakan tegas, ini akan menjadi pesan yang jelas kepada publik. Pesan tersebut bahwa Nasdem tidak mentoleransi pelanggaran etika. Ini juga dapat mengembalikan kepercayaan publik yang mungkin sempat terkikis akibat pemberitaan ini.

Masyarakat kini menantikan hasil investigasi. Mereka juga menantikan keputusan final dari DPW Nasdem Sumsel. Akankah partai ini benar-benar menjatuhkan sanksi yang tegas, ataukah hanya sebatas teguran ringan? Keputusan ini akan menjadi ujian seberapa kuat komitmen partai. Apalagi untuk menegakkan disiplin dan menjaga marwah politik yang bersih dan beretika. Kasus ini, meskipun berskala lokal, menjadi cerminan tantangan yang dihadapi partai politik di seluruh Indonesia. Terutama dalam mengendalikan perilaku kadernya yang memegang jabatan publik. (wir)