Politik

Pj Kepala Daerah di Pilkada 2024, Antara Peluang dan Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan

201
Pj Kepala Daerah di Pilkada 2024, Antara Peluang dan Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan
Pj Kepala Daerah di Pilkada 2024, Antara Peluang dan Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan

Palembang, Nusaly.comPilkada 2024 menjadi panggung politik yang menarik perhatian, tak terkecuali bagi para penjabat (Pj) kepala daerah. M Haekal Al Haffafah, pengamat politik Sumatera Selatan, menyoroti peluang besar yang dimiliki Pj untuk maju dalam kontestasi ini. Namun, di balik peluang tersebut, terdapat potensi penyalahgunaan kekuasaan yang perlu diwaspadai.

Panggung Birokrasi: Berkah atau Musibah?

Haekal menjelaskan bahwa panggung birokrasi dengan sumber daya yang besar dapat menjadi modal berharga bagi Pj untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas. Namun, hal ini juga membuka celah bagi penyalahgunaan wewenang, seperti politisasi ASN dan pemanfaatan APBD untuk kepentingan pribadi.

“Panggung birokrasi dengan sumber daya besar itu bisa dimainkan dengan mudah. Terutama jika panggung itu digunakan untuk mendapatkan angka-angka akseptabilitas dan popularitas dalam kerangka elektoral,” ujar Haekal.

Dua Target Utama Pj yang Ingin Maju

Menurut Haekal, Pj yang berniat maju dalam Pilkada memiliki dua target utama:

  1. Memastikan elektabilitas tinggi: Pj akan berupaya mencapai angka survei dan elektabilitas yang tinggi agar menarik perhatian partai politik.
  2. Mendapatkan rekomendasi partai politik: Rekomendasi partai politik menjadi kunci penting bagi Pj untuk dapat maju sebagai calon kepala daerah.

Regulasi yang Ketat Diperlukan

Haekal menekankan pentingnya regulasi yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh Pj. Ia mengusulkan dua opsi:

  1. Pj harus mundur dari jabatannya setidaknya 2 tahun sebelum Pilkada.
  2. Melakukan judicial review terhadap hak politik ASN agar tidak ada penyalahgunaan wewenang.

Komunikasi Pj dengan Parpol: Ancaman Demokrasi?

Haekal juga mengkritisi komunikasi Pj dengan partai politik yang dianggap tidak etis dan berpotensi mengancam demokrasi lokal. Hal ini dapat menyebabkan mekanisme demokrasi tergelincir menjadi tirani, di mana hanya orang-orang berkepentingan sempit yang mendominasi panggung politik.

Batas Waktu Mundur Pj: Karpet Merah bagi Birokrat Oportunis?

Batas waktu mundur Pj yang hanya 40 hari sebelum pendaftaran oleh KPU juga menjadi sorotan Haekal. Ia menilai aturan ini terlalu longgar dan seolah memberikan “karpet merah” bagi para birokrat oportunis yang ingin memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik.

Peluang Pj kepala daerah untuk maju dalam Pilkada 2024 memang terbuka lebar. Namun, potensi penyalahgunaan kekuasaan yang mengintai harus diwaspadai. Regulasi yang ketat dan pengawasan publik yang kuat diperlukan untuk memastikan Pilkada berjalan secara jujur, adil, dan demokratis. ***

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version