Sumatera Selatan

Angka Stunting di Sumatera Selatan Naik, Perlu Strategi Intervensi yang Lebih Tepat Sasaran

94
×

Angka Stunting di Sumatera Selatan Naik, Perlu Strategi Intervensi yang Lebih Tepat Sasaran

Share this article
Angka Stunting di Sumatera Selatan Naik, Perlu Strategi Intervensi yang Lebih Tepat Sasaran
Foto: Ilustrasi Dok. Media Indonesia/USMAN ISKANDAR.

Palembang, NUSALY.COM – Permasalahan stunting atau gagal tumbuh pada anak balita masih menjadi perhatian serius di Sumatera Selatan (Sumsel). Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), angka stunting di Sumsel pada tahun 2023 mengalami kenaikan sebesar 1,7% menjadi 20,3% dibandingkan tahun sebelumnya.

Kenaikan ini cukup menggemparkan mengingat kasus stunting sempat turun signifikan pada tahun 2022, dari 24,8% (2021) menjadi 18,6% (2022). Padahal, pemerintah pusat dan daerah telah menetapkan target angka stunting sebesar 14% pada tahun 2024.

Helpdesk-KPU OKI

“Kita harapkan bisa di bawah 14% pada tahun ini. Tapi, itu semua tergantung dari cara surveinya menggunakan metode apa,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Sumsel, Trisnawarman, Senin (21/10/2024).

Perbedaan Metode Survei dan Akurasi Data

Trisnawarman menyebutkan bahwa kenaikan angka stunting pada tahun 2023 kemungkinan dipengaruhi oleh perbedaan metode survei yang digunakan. Pada tahun 2023, pengukuran prevalensi stunting menggunakan metode SKI, sedangkan pada tahun 2021 dan 2022 menggunakan metode Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).

“Metode SKI baru dipakai 2023. Sebelumnya, metode yang dipakai untuk mengetahui kasus stunting adalah SSGI. Namun, pada 2024 ini kembali memakai SSGI,” jelasnya.

Saat ini, pemerintah sedang mengusulkan penggunaan metode e-PPGBM (elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) karena dianggap memiliki akurasi yang lebih baik. “Sekarang sedang diusulkan e-PPGBM karena hasilnya lebih akurat. Tapi pada tahun ini kembali lagi memakai SSGI, kita tunggu hasilnya nanti,” terangnya.

Pemetaan Kasus Stunting di Sumatera Selatan

Data SKI tahun 2023 menunjukkan bahwa kasus stunting paling banyak terjadi di Musi Rawas Utara (Muratara) yang mencapai 33,1%. Berikutnya adalah Empat Lawang (32,6%), Ogan Komering Ilir (OKI) (32,5%), Muara Enim (25,9%), dan Pagar Alam (23,3%).

Sementara itu, angka stunting terendah tercatat di Lahat (7,8%). Kabupaten/kota lainnya memiliki angka stunting berkisar antara 9,3% hingga 23%.

“Rata-rata angka stunting di Indonesia 21,5%, di Sumsel di bawah angka nasional 20,3%,” ungkap Trisnawarman.

Meskipun angka stunting Sumsel masih di bawah rata-rata nasional, terdapat delapan daerah yang angka stuntingnya di atas nasional, yaitu Muratara, Empat Lawang, OKI, Muara Enim, Pagar Alam, OKU Selatan, Ogan Ilir, dan Musi Rawas.

Upaya Intervensi untuk Menekan Angka Stunting

Pemerintah Provinsi Sumsel terus berupaya menekan angka stunting melalui berbagai program intervensi, baik intervensi spesifik maupun sensitif.

Intervensi spesifik mencakup upaya-upaya yang berfokus pada pemenuhan gizi individu, seperti pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil, pemberian ASI eksklusif, pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI), serta pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita.

Intervensi sensitif mencakup upaya-upaya yang berfokus pada penyediaan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak, peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan, serta peningkatan kesejahteraan keluarga.

“Kita terus berupaya lakukan intervensi spesifik dan sensitif untuk pencegahan kasus stunting. Baik sebelum lahir maupun setelah lahir,” jelas Trisnawarman.  

Tantangan dalam Penanganan Stunting di Sumatera Selatan

Penanganan stunting di Sumatera Selatan masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, antara lain:

  • Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan ibu dan anak.
  • Keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan gizi di daerah terpencil.
  • Faktor ekonomi dan kemiskinan yang masih tinggi di beberapa daerah.
  • Pernikahan dini yang masih marak terjadi.
  • Kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar dalam pemenuhan gizi dan perawatan anak.

Perlunya Kerjasama Lintas Sektor dan Partisipasi Masyarakat

Untuk mengatasi permasalahan stunting di Sumatera Selatan, diperlukan kerjasama lintas sektor yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan ibu dan anak perlu terus digalakkan. Akses terhadap layanan kesehatan dan gizi perlu diperluas, khususnya di daerah terpencil.

Selain itu, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pencegahan pernikahan dini juga perlu mendapatkan perhatian serius. Partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting sangat diharapkan.

Kenaikan angka stunting di Sumatera Selatan menjadi peringatan bagi kita semua bahwa permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. Diperlukan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu dan berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan generasi Sumatera Selatan yang sehat, cerdas, dan berkualitas. (desta/InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.