OKI, NUSALY – Sebuah insiden konflik gajah-manusia kembali terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Dua warga Desa Srijaya Baru, Kecamatan Air Sugihan, diserang seekor gajah liar pada Minggu (25/5/2025). Diduga, penyerangan ini dipicu oleh gajah yang merasa stres setelah dihalau dan diusir dengan menggunakan petasan oleh warga.
Kepala Seksi (Kasi) Wilayah 1 BKSDA Sumsel, Kamarun Zaman, saat dikonfirmasi pada Senin (26/5/2025), memastikan bahwa gajah tersebut telah berhasil digiring keluar dari area permukiman warga. “Sekitar jam 02.00 WIB, pagi tadi gajahnya sudah berhasil digiring ke HTI PT BHP jadi tidak berada di area permukiman warga,” jelas Zaman.
Zaman menjelaskan, gajah yang masuk ke area perkebunan warga merupakan gajah liar yang memang melintas di lokasi tersebut. Ia menyebut, area perkebunan sawit warga merupakan jalur perlintasan alami gajah, dan keberadaan sawit sebagai sumber makanan menarik gajah untuk masuk.
“Gajah memang suka sawit dan area perkebunan warga merupakan area perlintasan mereka. Jadi ketika dia melintas di kawasan tersebut ada makanan sehingga gajah masuk, namanya saja makhluk hidup,” katanya.
Petasan Pemicu Stres dan Agresi Gajah
Diduga, saat gajah melintas di kawasan tersebut, warga sedang ramai atau ada kegiatan, sehingga sebagian warga menjadi panik saat melihat gajah.
“Karena hal itulah membuat sebagian warga panik dan ada yang menghidupkan petasan dengan maksud untuk menghalau gajah, ternyata gajah tersebut stres dan balik menyerang warga,” ujar Zaman.
Zaman menegaskan bahwa menghalau gajah berbeda dengan menghalau binatang lain. Penggunaan petasan, khususnya, justru membuat gajah terusik dan terganggu.
“Karena gajah kan besar, dia butuh gerak pelan. Ketika dia dipaksa segera pergi dan situasi seperti itu sehingga si gajah balik menyerang dan itu yang terjadi di Desa Srijaya Baru,” ungkapnya.
Menurut Zaman, kejadian masyarakat berkonflik dengan gajah bukanlah hal baru, dan upaya pengusiran gajah merupakan pekerjaan berkelanjutan. Pihaknya selama ini telah berkoordinasi dengan kepala desa, camat, tokoh masyarakat, dan warga setempat.
“Kita selalu membangun komunikasi, bahkan sebagian masyarakat sudah tahu itu, tapi karena di sana lagi ramai dan diduga terprovokasi maka terjadilah kejadian seperti ini dan memakan korban jiwa. Padahal selama ini tidak ada korban,” ujarnya.
“Hampir dua minggu tim berada di sana bahkan ini tim kedua. Selama ini tidak ada masalah dan tiba-tiba ini terjadi dan memakan korban jiwa,” sambungnya.
Zaman menyebut, keberadaan petugas BKSDA tidak 24 jam di lokasi karena menyangkut kawasan dan wilayah kerja yang berada di luar kawasan konservasi.
Ia menambahkan, jika terjadi insiden, pihak BKSDA akan segera turun ke lapangan setelah menerima laporan dari kepala desa atau camat, karena komunikasi telah dibangun.
Insiden ini kembali menjadi pengingat pentingnya edukasi dan pemahaman masyarakat tentang cara berinteraksi yang aman dan tepat dengan satwa liar, khususnya gajah, untuk mencegah konflik yang merugikan kedua belah pihak. (dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.