Headline

Perkembangan Kasus Suap Proyek PUPR OKU: KPK Panggil Lima Anggota DPRD, Dalami Aliran Fee Miliaran Rupiah

Penyelidikan Mendalam: Lima Anggota DPRD OKU Diperiksa KPK terkait Suap Proyek PUPR

Perkembangan Kasus Suap Proyek PUPR OKU: KPK Panggil Lima Anggota DPRD, Dalami Aliran Fee Miliaran Rupiah
Juru bicara KPK Budi Prasetiyo saat melakukan tanya jawab dengan awak media. Foto: Dok. RRI/Chairul Umam.

JAKARTA, NUSALYKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran pada proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.

Sebagai bagian dari perkembangan terbaru penyelidikan, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima anggota DPRD Kabupaten OKU sebagai saksi pada hari ini, Rabu (28/5/2025).

Pemanggilan ini dilakukan untuk menelusuri lebih jauh aliran fee proyek senilai miliaran rupiah yang telah menyeret enam orang sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Maret lalu.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Rabu (28/5/2025), mengonfirmasi agenda penting ini.

“Hari ini, Rabu (28/5), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait perkara pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten OKU,” kata Budi.

Pemeriksaan ini merupakan langkah progresif KPK untuk mengumpulkan keterangan dan bukti tambahan, yang diharapkan dapat mengurai benang kusut jejaring korupsi di Kabupaten OKU.

Para saksi yang dipanggil untuk diperiksa di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, adalah lima anggota DPRD Kabupaten OKU Periode 2024-2029. Mereka adalah:

  1. Hendro Saputra Jaya
  2. Suharman
  3. Yoelandre Pratama Putra
  4. Sapriyanto
  5. Martin Arikadi

Pemanggilan anggota dewan ini mengindikasikan bahwa KPK melihat adanya informasi krusial yang bisa digali dari kesaksian mereka. Hal ini penting untuk melengkapi berkas penyidikan dan memperjelas peran serta keterlibatan berbagai pihak dalam praktik suap dan pemotongan anggaran proyek PUPR OKU.

Keterangan dari anggota legislatif diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai mekanisme penganggaran dan potensi intervensi dalam proyek-proyek pemerintah daerah.

Mengingat Kembali Kasus: Enam Tersangka dan OTT Bulan Maret

Sebagai konteks penting, kasus ini bukan peristiwa baru. Sebelumnya, KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran proyek di Dinas PUPR OKU ini. Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dramatis pada 15 Maret 2025, beberapa bulan sebelum pemanggilan saksi terbaru hari ini.

Para tersangka yang telah dijerat oleh KPK mencerminkan adanya kolaborasi antara oknum pejabat pemerintah dan pihak swasta dalam menjalankan praktik rasuah. Berikut adalah rincian enam tersangka tersebut:

  1. Ferlan Juliansyah (FJ), Anggota Komisi III DPRD OKU
  2. M Fahrudin (MFR), Ketua Komisi III DPRD OKU
  3. Umi Hartati (UH), Ketua Komisi II DPRD OKU
  4. Nopriansyah (NOP), Kepala Dinas PUPR OKU
  5. M Fauzi alias Pablo (MFZ), Pihak Swasta
  6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS), Pihak Swasta

Keberadaan anggota DPRD, Kepala Dinas, dan pihak swasta dalam daftar tersangka menunjukkan bahwa praktik korupsi ini diduga melibatkan berbagai unsur, mulai dari pembuat kebijakan, pelaksana proyek, hingga pihak penyedia jasa.

Keterlibatan pejabat Komisi III DPRD yang membidangi pembangunan dan infrastruktur juga sangat disorot, karena komisi ini seharusnya bertugas mengawasi penggunaan anggaran negara, bukan justru menjadi bagian dari praktik suap.

Kronologi awal kasus ini, sebagaimana dijelaskan Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers pada Minggu (16/3), bermula pada Januari 2025. Saat itu, tiga anggota DPRD OKU yang kini menjadi tersangka (Ferlan Juliansyah, M Fahrudin, dan Umi Hartati) mulai menagih fee proyek yang telah disepakati kepada Nopriansyah, Kepala Dinas PUPR OKU.

Penagihan ini intensif dilakukan menjelang perayaan Idul Fitri, menunjukkan adanya kebiasaan atau praktik yang sudah terbangun di mana fee proyek kerap diminta dan dibagikan menjelang momen-momen besar seperti hari raya.

Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah kedapatan menerima uang sebesar Rp2,2 miliar dari pengusaha swasta M Fauzi alias Pablo, dan Rp1,5 miliar dari Ahmad Sugeng Santoso. Total uang yang diterima Nopriansyah mencapai Rp3,7 miliar.

Uang-uang ini, menurut dugaan KPK, akan dibagikan kepada anggota DPRD OKU sebagai fee proyek yang telah ditagih sebelumnya. KPK pun melakukan OTT pada 15 Maret 2025, mengamankan uang tunai senilai Rp2,6 miliar dan sebuah mobil Fortuner sebagai barang bukti.

Implikasi Hukum dan Langkah Lanjutan KPK dalam Kasus Suap Proyek PUPR OKU

Pemanggilan lima anggota DPRD OKU hari ini merupakan langkah penting KPK untuk mengumpulkan keterangan dan bukti tambahan dalam kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR OKU. Keterangan dari para saksi ini diharapkan dapat memberikan detail lebih lanjut mengenai:

  1. Mekanisme permintaan dan penerimaan fee yang diduga terjadi.
  2. Peran spesifik masing-masing pihak dalam skema suap tersebut.
  3. Hubungan antara fee yang disepakati dengan pengesahan atau pelaksanaan proyek.

Kasus ini memperlihatkan adanya modus operandi suap dan pemotongan anggaran yang kerap terjadi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pola yang umumnya teridentifikasi adalah adanya kesepakatan fee antara pihak eksekutif (dinas terkait) dan legislatif (DPRD) dengan pihak pelaksana atau penyedia proyek. Fee ini diduga merupakan persentase dari nilai proyek yang kemudian dibagikan kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan atau pengaruh dalam proses penganggaran, penentuan pemenang, atau administrasi proyek.

Keterlibatan anggota DPRD dalam dugaan penagihan fee mengindikasikan adanya potensi penyalahgunaan wewenang legislatif untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Anggota dewan, yang seharusnya bertugas mengawasi penggunaan anggaran negara demi kepentingan rakyat, diduga justru menjadi bagian dari praktik yang merugikan keuangan negara. Jika terbukti, tindakan ini merupakan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan merusak sistem checks and balances dalam pemerintahan daerah.

Para tersangka dalam kasus ini, jika terbukti bersalah, berpotensi dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal yang relevan dapat meliputi suap-menyuap, pemerasan dalam jabatan, atau penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Ancaman pidana yang menanti mereka bisa berupa hukuman penjara dan denda, serta kewajiban pengembalian uang hasil korupsi.

KPK terus berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus korupsi di Kabupaten OKU ini. Pemanggilan saksi hari ini adalah sinyal bahwa proses penyidikan berjalan progresif untuk melengkapi berkas perkara sebelum dilimpahkan ke tahap penuntutan. Publik menanti keberanian KPK untuk membongkar kasus-kasus serupa hingga ke akar-akarnya, tanpa pandang bulu, demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel serta memulihkan kerugian negara akibat praktik korupsi. (gun)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version