Headline

Sengketa Hutan Kota Kayuagung, Dinas Pendidikan Mainkan Peta Bidang, BPN Bungkam Soal Warkah, Sidang Penentu di Depan Mata

326
Sengketa Hutan Kota Kayuagung, Dinas Pendidikan Mainkan Peta Bidang, BPN Bungkam Soal Warkah, Sidang Penentu di Depan Mata
Salah satu sudut lahan hutan kota dimana terlihat berdiri tegak SMKN 3 Kayuagung diatasnya. Foto: Ist

Kayuagung, NUSALY.com Sengketa lahan Hutan Kota Kayuagung yang menyeret ahli waris H. Jalil melawan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) semakin mendekati klimaks. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung pada Senin, 14 Oktober 2024, tak hanya memperlihatkan gesekan hukum yang kian memanas, namun juga menyingkap berbagai keganjilan birokrasi. Terungkapnya peta bidang misterius yang diajukan Dinas Pendidikan dan sikap Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang terkesan “buta” aturan, menambah pelik sengketa ini.

Kuasa hukum ahli waris H. Jalil, Sugiarto SH dan Krisnaldi SH, menuding adanya manipulasi dalam dokumen pertanahan yang digunakan oleh Pemkab OKI. “Kami melihat ada upaya untuk mengaburkan kebenaran,” ujar Sugiarto dengan nada penuh ketegasan.

Persoalan utama dalam sengketa ini berkisar pada lahan seluas 6,1 hektar yang kini berdiri Hutan Kota dan SMKN 3 Kayuagung. Pemkab OKI bersikeras bahwa lahan tersebut merupakan aset negara, namun ahli waris H. Jalil menolak keras klaim itu, dengan menyodorkan bukti bahwa tanah tersebut adalah milik pribadi yang sah. Namun, di tengah tarik ulur argumen, muncul dokumen peta bidang yang diterbitkan pada 2009, yang menjadi sumber kecurigaan baru.

Misteri Peta Bidang

Peta bidang yang dipertontonkan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan dalam persidangan, dianggap ahli waris sebagai “hantu” yang tiba-tiba muncul tanpa kejelasan. “Ini adalah peta yang baru kami ketahui, bagaimana mungkin tanah yang sudah memiliki Gambar Situasi (GS) sejak lama bisa diterbitkan peta bidang di atasnya tanpa prosedur yang jelas?” sergah Krisnaldi dengan nada sinis.

Keberadaan pihak BPN dalam persidangan menjadi sorotan utama. Kuasa hukum penggugat meminta kehadiran BPN sebagai saksi fakta untuk memperjelas terkait gambar situasi (GS) yang dipaparkan oleh saksi tergugat pada sidang sebelumnya. “Kami meminta BPN untuk hadir dan menjelaskan status serta legalitas GS tersebut. Selain itu, kami juga meminta agar BPN menghadirkan warkah terkait GS itu,” tegas Krisnaldi.

Namun, saat diminta penjelasan oleh majelis hakim, pihak BPN yang diwakili oleh Darsono, pejabat Kanwil BPN Sumatera Selatan, justru mengelak dengan jawaban mengejutkan. “Saya tidak tahu,” ujar Darsono saat ditanya soal prosedur penerbitan peta bidang.

Jawaban tersebut tak pelak memicu gelombang kekecewaan di pihak ahli waris. “Ini tidak masuk akal! Bagaimana mungkin seorang pejabat BPN tak mengetahui aturan dasar tentang peta bidang?” cetus Krisnaldi dengan nada geram.

BPN Bungkam, Warkah Hilang

Sikap BPN yang terlihat enggan membuka seluruh dokumen terkait semakin menambah keraguan publik. Dalam persidangan, BPN juga gagal menghadirkan warkah—dokumen penting yang dianggap kunci untuk menyelesaikan sengketa ini. Warkah yang diminta oleh pihak ahli waris dianggap sebagai bukti kuat, namun keberadaannya terus menjadi misteri.

“Ketidakmampuan mereka membawa warkah ini mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan. Apakah karena memang tidak ada, atau sengaja ditutup-tutupi? Kami berhak mendapatkan jawaban,” ujar Krisnaldi menyoroti ketidaktransparanan pihak tergugat.

Hal ini menambah beban Dinas Pendidikan dan Pemkab OKI yang telah sejak awal gagal menunjukkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk memperkuat klaim mereka. Sebelumnya, Pemkab mengklaim telah melakukan pembayaran ganti rugi atas lahan tersebut, namun bukti terkait pembayaran tersebut belum pernah disodorkan di ruang sidang.

Sidang Penentu Menanti

Dengan peta bidang yang mencurigakan, BPN yang “buta” aturan, dan warkah yang hilang, semakin jelas bahwa sengketa ini belum menuju resolusi. Ahli waris H. Jalil merasa yakin bahwa mereka memiliki posisi yang lebih kuat setelah rentetan kelemahan dari pihak tergugat terungkap di pengadilan. “Satu demi satu celah hukum mereka terbuka, dan ini menunjukkan betapa lemahnya argumen Pemkab,” ucap Sugiarto dengan nada optimistis.

Sidang berikutnya, yang akan digelar pada Senin, 21 Oktober 2024, dipastikan menjadi momen penting. Dengan agenda pembacaan kesimpulan, baik pihak ahli waris maupun Pemkab OKI akan menyampaikan argumen terakhir mereka secara e-litigasi. Keputusan akhir dari pengadilan ini dinantikan oleh banyak pihak, termasuk warga Kayuagung yang telah lama menanti kejelasan status Hutan Kota dan SMKN 3 tersebut.

“Akan sangat menarik melihat bagaimana mereka mencoba membela diri setelah serangkaian kelemahan yang terungkap. Bukti-bukti ini tidak bisa lagi ditutup-tutupi,” ujar Krisnaldi, menyiratkan bahwa pihaknya telah siap dengan segala argumen yang akan diajukan di sidang kesimpulan.

Sementara itu, masyarakat OKI juga mengikuti perkembangan kasus ini dengan saksama. Sengketa lahan ini bukan sekadar konflik hukum biasa, melainkan pertarungan antara transparansi dan ketidakjelasan. Akankah ahli waris berhasil mendapatkan kembali hak mereka? Ataukah Pemkab OKI akan mampu membalikkan keadaan dengan bukti baru yang belum terungkap?

Kita tunggu hingga sidang penentu digelar. Di ujung semua drama ini, hanya ada satu pemenang: hukum dan kebenaran.

(dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version