Palembang, NUSALY.COM — Kabar mengenai lima Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Sumatra Selatan yang dikategorikan tidak sehat, termasuk PT Jakabaring Sport Center (JSC), ternyata memunculkan perspektif yang berbeda dari pihak manajemen JSC. Direktur Pemasaran dan Operasional PT JSC, Geri Radityo Suparudin, memberikan klarifikasi bahwa perusahaan yang mengelola kompleks olahraga Jakabaring ini justru mencatatkan keuntungan yang signifikan pada tahun 2024. Menurutnya, laba yang berhasil diraih mencapai Rp 4,4 miliar, meningkat 100% dibandingkan capaian tahun 2023 yang berada di kisaran Rp 2 miliar.
Pernyataan ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengingat sebelumnya JSC termasuk dalam daftar BUMD yang disebut tidak sehat atau merugi. Geri Radityo Suparudin menjelaskan bahwa label “tidak sehat” yang disematkan kepada JSC lebih disebabkan oleh mekanisme akuntansi, khususnya terkait dengan penghitungan penyusutan aset. Beban penyusutan aset atau amortisasi yang harus ditanggung oleh JSC setiap tahunnya mencapai angka yang fantastis, yakni antara Rp 7 miliar hingga Rp 8 miliar. Beban ini berasal dari nilai aset JSC yang sangat besar, mencapai kisaran total Rp 5,6 triliun.
“Jadi tidak benar jika PT JSC dikatakan tidak sehat dalam artian tidak bisa beroperasi, karena faktanya kita masih tetap bisa menjalankan operasional. Dari berbagai event yang berhasil kita selenggarakan dan menyumbangkan pendapatan pada tahun 2023 dan 2024, JSC mampu menghasilkan laba,” ujar Geri saat dikonfirmasi pada Rabu, 9 April 2025.
Laba Operasional Tertutup Beban Penyusutan Aset
Lebih lanjut, Geri menjelaskan bahwa meskipun JSC berhasil mencatatkan laba operasional yang cukup besar, namun ketika dikurangi dengan beban penyusutan aset yang mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya, maka secara pembukuan, JSC akan terlihat merugi. Untuk tahun ini, dengan beban penyusutan di kisaran Rp 7 miliar hingga Rp 8 miliar, JSC diperkirakan akan mengalami kerugian antara Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar. Namun, Geri menekankan bahwa angka ini masih bersifat unaudited atau belum diaudit secara resmi.
“Tetapi, secara cash, uang labanya ada. Kita berhasil mendapatkan keuntungan dari operasional. Hanya saja, laba ini belum bisa kita setorkan sebagai dividen ke kas daerah karena secara akuntansi, laba tersebut tertutupi oleh beban penyusutan aset yang sangat besar,” katanya.
Usulan Pengalihan Aset ke Pemprov Sumsel
Dalam rapat bersama Komisi III DPRD Sumsel dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang telah dilakukan sebelumnya, pihak manajemen JSC telah menyampaikan kondisi keuangan perusahaan yang unik ini. Mereka menjelaskan bahwa laba operasional yang dihasilkan selalu tergerus oleh beban penyusutan aset yang besar, sehingga JSC tidak dapat memberikan kontribusi dividen kepada kas daerah.
Untuk mengatasi masalah ini, JSC mengajukan usulan yang cukup menarik, yakni agar aset-aset yang dimiliki oleh JSC dikembalikan kepemilikannya kepada Pemerintah Provinsi Sumsel. Dengan demikian, JSC akan bertindak sebagai pengelola saja, tanpa harus menanggung beban penyusutan aset yang sangat besar tersebut. Jika usulan ini disetujui, JSC berharap dapat menyumbangkan pendapatan kepada APBD melalui mekanisme yang berbeda, misalnya melalui setoran keuntungan operasional.
“Kita sudah sampaikan usulan itu kepada DPRD dan Pemprov. Intinya, kita ingin menjadi pengelola saja agar tidak terkena beban penyusutan aset yang besar ini. Dengan begitu, laba operasional yang kita hasilkan bisa langsung berkontribusi untuk pendapatan daerah. Tapi, kita belum tahu secara pasti apakah usulan ini diperbolehkan secara aturan. Kita akan coba berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait hal ini, apakah ada regulasi yang memungkinkan pengalihan kepemilikan aset BUMD seperti ini. Sebab, jika tidak, laba JSC setiap tahun akan selalu tergerus oleh beban penyusutan,” ungkap Geri.
Optimisme Peningkatan Laba di Tahun 2025
Meskipun terbebani oleh penyusutan aset, manajemen JSC tetap menunjukkan optimisme terhadap kinerja perusahaan di masa depan. Tren kenaikan laba JSC dari tahun ke tahun menjadi salah satu dasar optimisme tersebut. Bahkan, untuk tahun 2025, JSC menargetkan kenaikan laba hingga mencapai Rp 9 miliar.
Geri menjelaskan bahwa target yang lebih tinggi ini didukung oleh sejumlah event besar berskala nasional hingga internasional yang dijadwalkan akan diselenggarakan di kompleks olahraga Jakabaring pada tahun 2025. Keberhasilan JSC dalam menarik berbagai event bergengsi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan secara signifikan.
“Business plan kita masih sama seperti tahun lalu, yaitu dengan memperbanyak event di JSC. Kedatangan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) pada Februari lalu juga sangat penting, karena ada potensi tahun ini akan ada event jetski internasional yang akan kita selenggarakan. Selain itu, kita juga memiliki agenda rutin seperti Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) pada bulan Mei atau Juni, Pekan Olahraga Antar Perusahaan (Porka) PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada bulan Agustus, Pekan Olahraga Nasional (Pornas) Korpri pada bulan Oktober, serta berbagai event reguler lainnya,” kata Geri.
Selain event olahraga, JSC juga menargetkan peningkatan pendapatan dari penyelenggaraan konser musik. Geri memprediksi bahwa jumlah konser yang akan digelar di JSC pada tahun 2025 akan lebih banyak dibandingkan tahun 2024, yang merupakan tahun politik dan cenderung mengurangi aktivitas hiburan berskala besar. Selain itu, JSC juga berencana untuk menggelar pameran mobil bekas yang ditargetkan akan dilaksanakan pada triwulan kedua tahun ini.
“Seharusnya pada tahun 2025 ini kita bisa menaikkan laba secara signifikan. Dengan banyaknya event yang sudah terkonfirmasi dan potensi event baru lainnya, kami optimis JSC akan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar lagi, termasuk menyumbang pendapatan untuk APBD Provinsi Sumatra Selatan,” tukas Geri.
Kontradiksi dengan Status BUMD Tidak Sehat
Klarifikasi dari manajemen JSC ini tentu menimbulkan kontradiksi dengan informasi sebelumnya yang menyebutkan bahwa JSC termasuk dalam lima BUMD Sumsel yang tidak sehat atau merugi setiap tahunnya. Selain JSC, BUMD lain yang disebutkan dalam kategori tersebut adalah PT Swarnadwipa Sumsel Gemilang, PT Sriwijaya Agro Industri, PT Sriwijaya Investasi, dan PD Prodexim.
Kondisi ini menunjukkan bahwa status “sehat” atau “tidak sehat” suatu BUMD dapat memiliki interpretasi yang berbeda, tergantung pada perspektif dan indikator yang digunakan. Dari sudut pandang operasional dan kemampuan menghasilkan laba tunai, JSC menunjukkan kinerja yang positif. Namun, dari sudut pandang akuntansi dan kemampuan memberikan dividen karena terbebani penyusutan aset, JSC memang terlihat merugi.
Polemik mengenai status kesehatan finansial JSC ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut dari Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan dan DPRD Sumsel. Perlu ada kajian yang lebih mendalam mengenai pengelolaan aset-aset BUMD yang memiliki nilai sangat besar, serta mekanisme akuntansi yang diterapkan, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai kinerja keuangan BUMD secara keseluruhan. Usulan dari manajemen JSC untuk mengalihkan kepemilikan aset juga perlu dipertimbangkan secara matang, dengan memperhatikan aspek legal dan potensi dampaknya terhadap keuangan daerah di masa depan. (desta)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.