Scroll untuk baca artikel
banner Pemkab OKI
Example floating
Example floating
Pemprov Sumsel 728x250
Hukum

Bidan Malpraktik Palembang Divonis 3,5 Tahun Penjara, Tangis Pecah Saat Hakim Ungkap Korban Buta

×

Bidan Malpraktik Palembang Divonis 3,5 Tahun Penjara, Tangis Pecah Saat Hakim Ungkap Korban Buta

Share this article

Vonis Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa, Agustina Terbukti Lalai Beri Obat Ilegal hingga Bocah BP Alami Kebutaan Total

Bidan Malpraktik Palembang Divonis 3,5 Tahun Penjara, Tangis Pecah Saat Hakim Ungkap Korban Buta
Bidan Malpraktik Palembang Divonis 3,5 Tahun Penjara, Tangis Pecah Saat Hakim Ungkap Korban Buta. Foto: dok. InSan/nusalycom

Palembang, NUSALY.COM – Tangis Agustina, oknum bidan yang menjadi terdakwa kasus malpraktik di Palembang, pecah di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Selasa (11/03/2025). Air mata bidan tersebut tumpah ruah saat mendengar vonis hukuman pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan yang dijatuhkan majelis hakim atas kelalaiannya memberikan obat ilegal kepada pasien anak berinisial BP, hingga menyebabkan sang bocah kehilangan penglihatan.

Vonis yang dibacakan oleh majelis hakim PN Palembang yang diketuai oleh Oloan Exodus, S.H., M.H., tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman 4 tahun penjara. Dalam amar putusannya, hakim ketua menyatakan bahwa terdakwa Agustina terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pelanggaranUndang-Undang Kesehatan.

Majelis hakim sependapat dengan JPU bahwa perbuatan Agustina telah melanggar Pasal 441 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam uraian pertimbangan hukumnya, hakim ketua Oloan Exodus menjelaskan bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, keterangan saksi-saksi, dan barang bukti yang diajukan, terungkap rangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa Agustina.

“Perbuatan melawan hukum terdakwa adalah dengan menyalahi kewenangannya, tanpa izin praktik, memberikan obat-obatan kepada korban BP. Perbuatan terdakwa tersebut terbukti secara langsung menyebabkan korban BP menderita Sindrom Steven-Johnson,” ungkap hakim ketua Oloan Exodus dalam uraian pertimbangan pidana yang dibacakan di muka sidang.

Kebutaan Korban Jadi Pertimbangan Memberatkan

Hakim ketua juga menegaskan bahwa dampak fatal yang dialami korban BP, yaitu kehilangan penglihatan secara permanen, menjadi salah satu pertimbangan utama yang memberatkan hukuman terdakwa Agustina. Kebutaan yang dialami korban BP dinilai sebagai penderitaan yang sangat berat dan berkepanjangan, akibat dari kelalaian terdakwa.

Namun demikian, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan hukuman terdakwa Agustina. Diantaranya adalah terdakwa yang belum pernah dihukum sebelumnya, serta masih memiliki tanggungan anak yang masih kecil. Pertimbangan-pertimbangan inilah yang kemudian menjadi dasar majelis hakim untuk menjatuhkan vonis pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan, lebih rendah dari tuntutan JPU.

“Mengadili dan menjatuhkan pidana, oleh karenanya, kepada terdakwa Agustina dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan,” tegas hakim ketua saat membacakan amar putusan.

Mendengar vonis yang dijatuhkan majelis hakim, terdakwa Agustina yang didampingi tim penasihat hukumnya menyatakan sikap “pikir-pikir”. Meskipun vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, Agustina terlihat sangat emosional dan tidak kuasa menahan air mata.

“Pikir-pikir, Yang Mulia,” ucap terdakwa Agustina dengan suara lirih, sembari berulang kali mengusap air mata yang membasahi wajahnya.

Sindrom Steven-Johnson Renggut Penglihatan Bocah BP

Dalam dakwaan yang dibacakan sebelumnya, terungkap bahwa penyebab kebutaan total yang dialami korban BP akibat malpraktik oknum bidan Agustina adalah kondisi medis yang dikenal dengan istilah Sindrom Steven-Johnson. Kondisi ini dijelaskan sebagai reaksi kulit langka yang umumnya dipicu oleh obat-obatan tertentu. Sindrom Steven-Johnson membutuhkan penanganan medis yang intensif di rumah sakit, dan pemulihannya memerlukan waktu yang lama.

Akibat Sindrom Steven-Johnson yang dialaminya, korban BP menderita kebutaan permanen dan membutuhkan donor kornea mata untuk dapat sembuh total. Ironisnya, terdakwa Agustina yang berprofesi sebagai bidan, justru tidak memiliki izin praktik untuk mengobati pasien umum. Namun, ia nekat memberikan beberapa jenis obat kepada korban BP yang saat itu mengalami keluhan demam dan muntah.

Setidaknya enam jenis obat diberikan oleh terdakwa Agustina kepada korban BP, yaitu Ceterizine (4 tablet dengan dosis 2×1), Amoxilin (5 tablet), Tera F (5 tablet), Ranitidine (5 tablet), Samtacid (5 tablet), dan vitamin C (4 tablet). Alih-alih sembuh, kondisi korban BP justru semakin memburuk setelah mengonsumsi obat-obatan tersebut. Tubuh korban BP mengalami reaksi alergi parah, dengan kulit melepuh di berbagai bagian tubuh, termasuk di area mata hingga mengeluarkan cairan bening bercampur darah.

Kondisi BP yang semakin mengkhawatirkan membuat pihak keluarga panik dan segera melarikan korban ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Myria Palembang untuk mendapatkan tindakan medis. Dari hasil diagnosis dokter yang menangani, korban BP mengalami gangguan penglihatan berupa mata berbayang dan kabur, pembengkakan pada mata, serta kulit melepuh di sekujur tubuh selama kurang lebih satu minggu. Upaya operasi mata yang dilakukan pada mata kanan korban pun tidak berhasil mengembalikan penglihatannya. (InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.