NUSALY.com, OKI – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir dalam perkara tindak pidana kegiatan pengadaaan benih siap tanam bibit karet di Dinas Perkebunan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) tahun 2019.
Sebelumnya, kedua terdakwa sempat divonis tidak bersalah dan bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang beberapa waktu lalu.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) OKI, melalui Kasi Intel, Alex Akbar SH MH mengatakan, pihaknya akan sesegera mungkin mengeksekusi terdakwa sesuai putusan MA.
“Kita tunggu pemberitahuan resmi (relaas) putusan dari Mahkamah Agung. Jika telah diterima oleh terpidana dan penuntut umum, maka kita akan segera melakukan eksekusi terhadap terpidana,” kata Alex saat dihubungi, Senin (8/5/2023).
Diketahui, keputusan tersebut tertuang dari hasil sidang yang digelar Mahkamah Agung pada 28 Maret 2023 lalu dimana majelis hakim yang beranggotakan Dr Prim Haryadi SH MH, hakim Prof. Dr. Surya Jaya, hakim ad hoc Dr. Sinintha Yuliansih Sibarani, menyatakan kedua terdakwa dinyatakan bersalah dan mendapat hukuman 1 tahun tiga bulan penjara serta denda Rp 50 juta dengan subsider 3 bulan seperti tuntutan JPU.
Lakukan Langkah Hukum Jika Sudah Berkoordinasi
Sementara Pengacara terdakwa, Heriansyah Muhammad SH dari HMR Law Office mengaku kalau sampai sekarang belum menerima informasi soal putusan Kasasi tersebut.
“Sampai saat ini kami belum mendapat salinan putusannya. Tapi kami telah mendengar dari rekan-rekan media terkait berita tersebut,” ujar Heriansyah.
Heriansyah menyebut, jika keputusan tersebut benar adanya, pihaknya baru akan melakukan upaya hukum setelah berkoordinasi dengan kliennya terkait perkara tersebut.
“Kalo memang benar keputusan tersebut artinya rasa keadilan yang dirasakan klien kami sangat jauh dari yang kami harapkan. Untuk upaya hukum selanjutnya kami masih berkoordinasi dengan klien kami terkait perkara ini,” tuturnya.
Menurut Heriansyah, seharusnya para hakim agung menjadikan hasil keputusan di tingkat pertama sebagai rujukan putusan karena tak satupun hakim yang menyatakan dissenting opinion. Dirinya pun menduga putusan MA terkesan kriminalisasi.
“Padahal di tingkat pertama tidak satu pun hakim yang menyatakan dissenting opinion. Harusnya ini menjadi rujukan bagi hakim agung pada saat memberikan putusan karena sama saja hal seperti ini kami duga terkesan kriminalisasi,” tutupnya. (dhi)