Pemprov Sumsel 1000x250 Pemkab Muba 1000x250
Hukum

Pusaran Korupsi Pokir OKU: Mahasiswi Dinda, Aliran Rp1,2 Miliar, dan Laporan Tak Terduga ke KPK

×

Pusaran Korupsi Pokir OKU: Mahasiswi Dinda, Aliran Rp1,2 Miliar, dan Laporan Tak Terduga ke KPK

Sebarkan artikel ini

Operasi KPK di OKU Terkait Dugaan Suap Proyek Pokok-pokok Pikiran DPRD Senilai Rp7 Miliar. Narandia Adinda Putri Klarifikasi Rumahnya Digeledah, Akui Justru Pelapor Dana Mencurigakan yang Masuk ke Rekeningnya, Menguak Jejak Perusahaan Tersangka Pablo.

Pusaran Korupsi Pokir OKU: Mahasiswi Dinda, Aliran Rp1,2 Miliar, dan Laporan Tak Terduga ke KPK
Jejak KPK di OKU. Petugas KPK saat menggeledah sebuah rumah di Baturaja, OKU, Rabu (18/6/2025). Belakangan, mahasiswi pemilik rumah, Narandia Adinda Putri, mengungkap perannya sebagai pelapor aliran dana Rp1,2 miliar terkait suap proyek Pokir DPRD. Foto: Tangkapan layar Tiktok

BATURAJA, NUSALY – Operasi penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi fee proyek pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) kembali memanas. Setelah penggeledahan di sejumlah lokasi pada Rabu, 18 Juni 2025, sorotan publik tertuju pada sebuah rumah di Desa Tanjung Baru, Lorong Kembar, Kemiling, Kecamatan Baturaja Timur, yang dikabarkan digeledah dan seorang mahasiswi diamankan. Namun, narasi yang beredar di media tersebut kini diklarifikasi secara gamblang, justru membuka tabir peran tak terduga dalam mengungkap aliran dana haram.

Mahasiswi yang dimaksud, Narandia Adinda Putri atau akrab disapa Dinda, tampil memberikan klarifikasi melalui sebuah video pada Jumat (20/6/2025). Dinda menegaskan bahwa pemberitaan yang menyebut namanya Hesti adalah keliru, dan yang lebih penting, ia tidak ditangkap saat penggeledahan. Ia juga membantah adanya dokumen, foto, atau uang senilai Rp800 juta yang disita dari rumahnya, sebagaimana informasi yang sempat beredar dari Kepala Dusun setempat.

Sebaliknya, Dinda mengungkapkan fakta mengejutkan: ia justru diajak oleh pihak KPK untuk menunjukkan rumah rekan kerjanya, Maulana Salam, yang juga bekerja di biro konsultan pajak yang sama. Lebih jauh, Dinda mengaku bahwa dirinya, bersama Maulana, telah mendatangi KPK sebelumnya untuk melaporkan adanya dana mencurigakan senilai Rp1,2 miliar yang masuk ke rekening pribadinya.

“Saya kaget ada masuk uang sebesar itu,” ungkap Dinda. Dana besar tersebut, kata Dinda, terkait dengan perusahaan yang dibantunya dalam urusan perpajakan sebagai mahasiswi yang bekerja paruh waktu. Perusahaan tersebut ternyata milik M. Fauzi alias Pablo, yang telah menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU. Rekening Dinda sendiri, menurutnya, dibuka untuk keperluan operasional pekerjaan di biro konsultan pajak, seperti pembayaran konsultasi dan alat tulis kantor.

Jejak Aliran Dana dan Skema Korupsi Jual Beli Proyek di OKU

Dinda menjelaskan bahwa ia sempat mencairkan uang Rp1,2 miliar tersebut dari dua bank. Sebesar Rp800 juta diserahkan pada tahap pertama kepada perwakilan perusahaan yang ia maksud, dan penyerahan kedua sebesar Rp300 juta lebih. Keterangan Dinda ini berpotensi menjadi titik terang baru bagi KPK dalam menelusuri lebih jauh aliran dana dan mengungkap aktor-aktor lain dalam kasus yang telah menjerat Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso sebagai pihak swasta penyuap legislatif.

Kasus korupsi proyek Pokir DPRD OKU ini sebelumnya telah terungkap dalam fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang. Terkuak adanya kesepakatan antara pihak DPRD OKU dan kedua terdakwa (Pablo dan Ahmad Sugeng) terkait proyek fisik Dinas PUPR OKU senilai Rp45 miliar. Proyek ini merupakan bagian dari jatah Pokir yang dikondisikan.

Anggota DPRD OKU disebut-sebut meminta fee proyek dengan rincian yang mencengangkan: Ketua dan Wakil Ketua DPRD masing-masing Rp5 miliar, sementara anggota legislatif lainnya meminta jatah Rp1 miliar per orang. Meskipun nilai proyek kemudian dikoreksi menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran, total fee yang disepakati disebut mencapai sekitar 20 persen atau Rp7 miliar.

Tak hanya itu, dari dokumen APBD, terungkap pula bahwa anggaran Dinas PUPR OKU sempat mengalami lonjakan drastis, dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar pasca-pembahasan, memunculkan dugaan kuat adanya permainan dalam penyusunan dan pengesahan anggaran. Jaksa bahkan menyebut praktik “jual beli proyek” di lingkungan Pemerintah Kabupaten OKU dan DPRD OKU sudah menjadi hal yang umum, dengan proyek-proyek bernilai besar “dikondisikan” untuk pihak tertentu menggunakan mekanisme e-katalog sebagai kedok legalitas. Salah satu nama yang disorot dalam pengembangan kasus ini adalah Nopriansyah, Kepala Dinas PUPR OKU, yang diduga turut mengatur dan menyalurkan fee proyek ke para legislator.

Geliat penggeledahan rumah oleh tim KPK ini, termasuk yang diklarifikasi Dinda, diduga kuat merupakan bagian dari upaya menelusuri lebih jauh aliran dana haram dan mengungkap aktor-aktor lain yang terlibat dalam skema suap berjamaah tersebut. Klarifikasi Dinda yang mengaku sebagai pelapor dana mencurigakan kini menjadi sorotan, menandai potensi bahwa pengungkapan kasus ini mungkin akan terus berkembang, membuka lebih banyak tabir di balik cengkeraman korupsi di OKU. (dhi)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.