PALEMBANG, NUSALY – Tabir skandal dugaan korupsi penerimaan gratifikasi dan pemerasan di balik penerbitan surat layak K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) mulai terbuka. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, tiga saksi dari berbagai perusahaan jasa K3 bersaksi bahwa mereka telah menyerahkan uang tunai hingga miliaran rupiah kepada terdakwa Firmansyah Putra, Kepala Bidang di Disnakertrans Sumsel.
Kesaksian ini mengungkap dugaan kuat adanya praktik mafia perizinan yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga diduga digunakan untuk mengaburkan fakta di balik sebuah insiden tragis.
Aliran Dana Miliaran Ungkap Modus Pungutan Liar
Di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Idi Il Amin, saksi Hansamu Hadi Yusuf (Wakil Direktur Karya Jaya) mengakui perusahaannya menyetorkan uang untuk pengurusan berkas K3. “Ada biaya pengurusan sebesar Rp2,5 juta per alat, dan Rp650 ribu untuk Surat Keterangan (Suket),” ujarnya. Hansamu menyebut, dari 59 perusahaan, total dana yang diserahkan mencapai Rp497 juta.
Kesaksian serupa disampaikan oleh Nabila (Direktur Utama Multi Jaya Quality). Ia menyebut perusahaannya membayar Rp7,5 juta per unit untuk pemeriksaan dan Rp550 ribu untuk Suket. Diterangkan olehnya, melalui karyawannya, Nasrun Hidayat, total uang yang diserahkan kepada terdakwa Firmansyah mencapai lebih dari Rp524 juta dari 1.018 unit yang diurus.
Dalam kesaksiannya, Nasrun Hidayat membenarkan perintah Nabila untuk menyerahkan uang tersebut langsung kepada terdakwa di kantor Disnakertrans Sumsel. “Saya serahkan uang tersebut secara tunai secara bertahap… total uang yang saya serahkan berkisar Rp550 juta,” terang Nasrun, menguatkan dugaan bahwa aliran uang ini bersifat masif dan sistematis.
Skema Gratifikasi untuk Tutupi Kecelakaan Kerja
Laporan kami menemukan bahwa skandal pungutan liar ini tidak hanya terkait dengan perizinan. Dugaan terkuat adalah praktik ini digunakan untuk menutupi kelalaian manajemen gedung serbaguna Atyasa di mana terjadi kecelakaan kerja fatal.
Insiden tersebut menimpa korban Marta Saputra, 41, seorang kru lighting, yang mengalami cedera parah hingga lengan tangan putus dan patah kaki. Diduga, insiden ini terjadi akibat manajemen Atyasa tidak pernah melakukan perawatan berkala pada lift barang selama lebih dari tiga tahun.
Untuk menyamarkan kelalaian tersebut, Harni Rayuni (dari Perusahaan Jasa K3 PT. Dhiya Aneka Teknik) diduga mengeluarkan surat mundur layak K3 untuk gedung tersebut atas rekomendasi Kadisnakertrans Sumsel. Tujuannya adalah untuk membuat insiden tersebut seolah-olah terjadi akibat kelalaian kerja korban, bukan karena kerusakan sistemik pada fasilitas gedung. Skema ini menunjukkan bahwa praktik korupsi ini memiliki motif yang lebih gelap: melindungi pihak yang bertanggung jawab atas kecelakaan dan memutarbalikkan fakta.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 12 huruf B, huruf E, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 jo. Pasal 56 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (InSan)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.