PALEMBANG – Sidang tanggapan jaksa atas eksepsi yang diajukan terdakwa Saherman Kades Desa Bindu, Kecamatan Peninjauan, Kabupaten OKU, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang hari ini, Senin (22/5/2023).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua majelis hakim Masrianti SH MH didampingi Ardian Angga SH MH, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari OKU meminta Hakim menolak dan mengesampingkan eksepsi yang diajukan pihak terdakwa. Sebab, dalam surat dakwaan, perbuatan terdakwa dilakukan masih dalam rentang waktu Januari hingga Desember 2018.
“Kejahatan tipikor kejahatan luar biasa, modusnya masif dan sistematis, dimana perbuatan tersebut tidak bisa dilakukan seketika, seperti tindak pidana umum dan butuh waktu tidak sebentar. Bahwa JPU telah jelas menyatakan dalam surat dakwaan, perbuatan terdakwa dilakukan masih dalam rentang waktu Januari – Desember 2018, maka eksepsi penasihat hukum harus ditolak dan dikesampingkan,” ujar jaksa dalam sidang di PN Tipikor Palembang, Senin (22/5).
Kemudian, JPU berpendapat penasehat hukum kurang teliti, jelas isi surat keputusan bersama No 25 tahun 2017 No 34 tahun 2017 adalah mengenai biaya pendaftaran PTSL wilayah Sumsel sebesar Rp 200 ribu.
“Tentang unsur-unsur pidana didakwaan terdakwa dan siapa korban tindak pidana, bila dicermati, telah secara jelas menjabarkan unsur-unsur yang didakwakan, baik dari kepala maupun isi dakwaan secara terstruktur menggambarkan unsur pasal yang mengikuti fakta-fakta perbuatan terdakwa. Ada pun siapa korban, telah menyentuh dari isi pokok perkara,” tukas jaksa.
Dalam sidang tersebut, terdakwa Saherman tampak hadir secara daring (online) dari Lapas Baturaja. Sedangkan JPU dan tim kuasa hukum terdakwa hadir langsung di persidangan.
PH: Dakwaan JPU Kabur
Sebelumnya, tim penasehat hukum terdakwa Saherman yang terdiri dari Advokat Marulam Simbolon SH, Zulfahmi SH dan Fransiskus SH mengatakan kliennya Saherman bin Wani ditangkap atas LP dari Polres OKU dimana terdakwa disebut telah melanggar Pasal 12 huruf E UU No 21 tahun 2001, setelah ditelaah bahwa itu tentang otonomi Provinsi Papua.
“Jaksa kemudian membuat dakwaan, telah melanggar Pasal 12 huruf E UU No 20 tahun 2021, artinya ajasnya bahwa dakwaan harus berkorelasi dengan laporan penyidikan, harus sesuai, tidak boleh dibelokan dakwaan dari hasil penyelidikan dan penyidikan kepolisian. Dalam dakwaan tidak diuraikan unsur-unsur pidana yang dilanggar, itulah salah satu eksepsi atau nota keberatan yang kita sampaikan,” ungkap Marulam.
Selain itu, menurut dia, dari syarat materil, dakwaan JPU tidak jelas dan cermat, tidak menyebutkan unsur-unsur pidana.
“Harapannya kepada majelis hakim, atas bukti dan fakta agar terdakwa dibebaskan dari segela tuntutan. Kenapa demikian, karena disitu tidak ada kerugian negara, terkait pungli, siapa yang merasa? Siapa korbannya di PTSL ini. Dipidana itu ada pelaku ada korban ada kerugian, sedangkan didakwaan itu tidak ada. Jadi dakwaan JPU tidak jelas dan cermat sesuai kehendak UU No 8 tahun 1981,” tegasnya.
“Saat ini kades Desa Bindu di tahan di LP Baturaja sejak bulan Februari tahun 2023, tidak ada hasil pemeriksaan kerugian negara sepeserpun, misal Rp 25 pun yang dirugikan, tidak ada,” sambungnya.
Alasan Terdakwa Melakukan Eksepsi
Tim Penasehat Hukum mengatakan ada beberapa alasan kenapa terdakwa melakukan eksepsi.
“Karena pertama Laporan Polisi No.LP/A/68/VI/2021/Reskrim/Polres OKU/Polda Sumsel tanggal 18 Juni 2021; Surat Perintah Penangkapan Nomor Sp.Kap/37/III/2023/Reskrim; Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han/30/III/2023/Reskrim menyatakan tersangka diduga melanggar UU Nomor 21 Tahun 2001, sedangkan JPU dalam Dakwaan menyatakan Terdakwa melanggar UU No. 20 tahun 2021, artinya Dakwaan JPU tidak sejalan dengan Rumusan UU yang dituduhkan dalam pemeriksaan Penyidik sehingga dakwaan JPU kabur,” urai Marulam.
Alasan kedua, kata dia, dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak jelas dan tidak cermat menguraikan Ketentuan Hukum SK bersama Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/SKB/V/2017; Nomor : 590-3167A Tahun 2017; Nomor : 34 Tahun 2017 yaitu hanya mengutip dan mencantumkan ketentuan point Ketujuh, tanpa menyebut mengutip Ketentuan point Kedelapan dan Point kesembilan sehingga seakan-akan telah terjadi peristiwa pidana yang didakwakan JPU,” lanjut dia.
Kemudian yang ketiga, dakwaan JPU tidak jelas dan tidak cermat karena tidak menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan. Tidak menguraikan siapa nama yang dirugikan, tidak menguraikan berapa kerugian pihak lain atau kerugian negara.
“Bahwa dari itu kami Penasehat Hukum berpandangan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas, kabur (Obscuur Libel), kami sangat yakin Nantinya Majelis akan mengabulkan Eksepsi kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa, warga menyatakan bersedia memberi Rp.500.000, asalkan sertifikatnya terbit. Kemudian atas permintaan masyarakat itu pihak Kades menyatakan kalau warga bersedia kita buat surat pernyataan agar dikemudian hari tidak tidak timbul masalah,” jelas Marulam.
Diketahui dakwaanya, terdakwa Saherman sebagai Kades Desa Bindu, Kecamatan Peninjauan, Kabupaten OKU, dalam rentang waktu Januari – Desember 2018 diduga melakukan perbuatan melawan hukum untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain, dengan mengumpulkan perangkat Desa Bindu, Kecamatan Peninjauan, Kabupaten OKU, di rumah terdakwa.
Namun tanpa melibatkan dan membahas dengan masyarakat, menunjuk panitia secara lisan dan menetapkan biaya kepada warga Desa Bindu yang mengajukan atau mengikuti program PTSL BPN tahun anggaran 2018. Sebesar Rp 500 ribu per sertifikat, dengan keuntungan terdakwa Rp 100 ribu dan panitia Rp 20 ribu.
Uang Rp 500 ribu ini sebagai biaya operasional panitia dan biaya administrasi atas kemauan peserta program PTSL tahun 2018, dikelola dan dipotong langsung terdakwa Rp 120 ribu persertifikat dan biaya operasional bensin, rokok, transport, mengurus program PTSL Desa Bindu. (InSan)