KAYUAGUNG, NUSALY – Di tengah hiruk-pikuk rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), sebuah narasi kontras terhampar. Wakil Bupati Supriyanto dengan bangga memaparkan nota pengantar pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024. Sorot utama: opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ke-14 kali berturut-turut dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Sebuah prestasi yang, di permukaan, layak dirayakan.
“Kita pertahankan capaian ini di tahun-tahun berikutnya. Ini hasil kerja keras SKPD yang terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan DPRD yang terhormat,” ujar Supriyanto, Senin (23/6/2025), seolah mengukuhkan citra pemerintahan yang bersih dan efisien.
Di Balik Pujian WTP: Realitas Pahit PAD yang Loyo
Namun, kilau WTP itu mendadak redup ketika angka-angka lebih detail dibedah. Di balik kebanggaan administrasi, terkuak realitas fiskal yang jauh dari ideal. Wakil Bupati sendiri mengungkapkan bahwa dari target pendapatan daerah sebesar Rp3 triliun, yang terealisasi hanya sekitar Rp2 triliun. Artinya, sepertiga dari proyeksi pendapatan menguap begitu saja.
Lebih mencengangkan lagi, sorotan tajam tertuju pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari target ambisius Rp907 miliar, yang berhasil terkumpul hanyalah Rp291 miliar, atau hanya sekitar 32,9%. Angka ini bukan sekadar statistik; ini adalah cermin dari potensi ekonomi daerah yang tak tergali, atau perencanaan yang terlalu jauh dari pijakan realitas.
Sentilan Gerindra: Bukan Sekadar Angka Kosong di Atas Kertas
Feri Indratno dari Fraksi Gerindra, tak tinggal diam. Ia secara tegas menyoroti kegagalan ini sebagai “sangat mengecewakan.” Sebuah tamparan keras bagi euforia WTP.
“Bapak Wakil Bupati perlu menjadikan ini catatan kami. Kita lihat di sini, PAD diproyeksikan Rp907 miliar tapi hanya terealisasi Rp291 miliar. Ini hanya 32%, sangat tidak memuaskan,” kata Feri, menggarisbawahi kegagalan yang bahkan tak mampu menyentuh separuh dari target.
Bagi Fraksi Gerindra, rendahnya capaian PAD ini bukan hanya soal angka, melainkan indikator krusial tentang realisme perencanaan keuangan daerah. Ini adalah pesan keras bagi pimpinan daerah yang baru: proyeksi ke depan haruslah berbasis potensi riil, bukan sekadar “target kosong” di atas kertas.
“Ini harus jadi catatan untuk masa jabatan bupati yang baru. Kita proyeksikan pendapatan yang real dan bisa dilaksanakan, jangan sekadar target kosong,” tandas Feri, menuntut akuntabilitas dan perencanaan yang lebih matang.
WTP memang sebuah capaian. Namun, jika di baliknya tersembunyi kinerja pendapatan yang lemah, pertanyaan besar muncul: seberapa efektif APBD ini melayani rakyat jika sumber dayanya tak optimal? Keberhasilan administrasi tidak boleh menutupi tantangan fundamental dalam menggenjot penerimaan daerah. Ini adalah pekerjaan rumah mendesak yang menunggu dijawab oleh kepemimpinan OKI yang baru. (dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.