Halmahera Selatan, Nusaly.com – Gara-gara berita, oknum TNI AL aniaya wartawan di Halmahera Selatan. Dua oknum prajurit TNI Angkatan Laut (AL) berinisial Letda M dan Peltu R di Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara (Malut), tega mengeroyok seorang wartawan bernama Sukandi Ali. Aksi brutal ini terjadi pada Kamis (28/3/2024) sekitar pukul 14.00 WIT di lantai dua Pos TNI AL Desa Panamboang, Kecamatan Bacan Selatan, dan mengakibatkan Sukandi mengalami luka lebam di beberapa bagian tubuhnya.
Penganiayaan ini bermula dari berita yang ditulis Sukandi terkait kapal pengangkut BBM jenis Dexlite yang diduga milik Ditpolairud Polda Malut, yang ditahan oleh personel TNI AL di perairan Bacan Timur, Halsel. Sugandi telah melakukan konfirmasi dengan dua wartawan lainnya dan memiliki rekamannya, namun Letda M dan Peltu R tetap tidak terima dengan alasan berita tersebut tidak melalui wawancara.
Sukandi dijemput paksa oleh Letda M, Peltu R, dan Babinsa Desa Babang. Sesampainya di Pos TNI AL, Sukandi langsung dianiaya tanpa ampun. Tendangan bertubi-tubi di kepala, pukulan dengan selang air, dan tendangan berulang kali menjadi bagian dari siksaan kejam yang dialaminya.
“Paling banyak tendang di kepala sampai telinga saya keluar darah, gigi bagian depan juga patah dan belakang saya dipukul pakai selang air dan bahkan tendang berulang kali,” ungkap Sukandi seperti dikutip dari detikcom, Jumat (29/3/2024).
Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Ternate Letkol Marinir Ridwan Aziz membenarkan adanya insiden tersebut. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan dan menindak tegas kedua oknum personelnya.
“Hari ini saya akan turun ke Bacan untuk mencopot Komandan Pos TNI Angkatan Laut (Panamboang), Letda PM sebagai bentuk pembinaan terhadap personelnya yang sudah melanggar aturan, kemudian pelaku pemukulan akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Nanti kita lihat peran mereka seperti apa,” ujar Ridwan.
Ridwan juga meminta maaf atas perbuatan kedua oknum prajuritnya dan berjanji akan mengusut tuntas kasus ini. Ia berjanji akan membantu biaya perawatan korban dan bertemu langsung dengan korban dan keluarganya untuk meminta maaf.
Baca juga : Oknum TNI AL Aniaya Wartawan, SWI Kecam Keras dan Minta Tindak Tegas
Oknum TNI AL Aniaya Wartawan di Halmahera Selatan, SWI Kecam Keras
Ketua DPD-SWI Halmahera Selatan, Ade Manaf, mengecam keras tindakan penganiayaan terhadap Sukandi. Ia menegaskan bahwa tugas pers dilindungi oleh UU Pers nomor 40 tahun 1999 dan merupakan pilar keempat demokrasi Indonesia.
“Lembaga pers nasional memiliki tugas dan tanggungjawab yang sama seperti lembaga-lembaga yang lain di Indonesia, sama-sama menjalankan tugas negara yang dilindungi oleh UU yang berlaku di NKRI, sama-sama mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara, apalagi lembaga pers merupakan pilar ke 4 Demokrasi Indonesia,” ungkap Ade.
Ade menambahkan, jika ada kesalahpahaman antara lembaga pers dengan lembaga lain, seharusnya diselesaikan melalui undang-undang yang berlaku, bukan dengan cara kekerasan.
“Saya selaku pimpinan dari salah satu Organisasi Pers Nasional (DPD-SWI) di Halmahera Selatan, merasa kesal dan menyayangkan atas tindakan ke dua orang Anggota TNI angkatan laut yang bertugas di Halmahera Selatan, terhadap salah satu anggota/pengurus DPD-SWI,” kata Ade.
Ade menyatakan bahwa SWI Halmahera Selatan akan menindaklanjuti kasus ini hingga ke jalur hukum. Ia telah berkoordinasi dengan DPP-SWI di Jakarta untuk mengawal proses hukum kasus ini.
“Karena dalam pemberitaan tersebut, tidak ada unsur yang dapat menyudutkan ke pihak petugas angkatan laut yang bertugas di Halmahera Selatan,” tegas Ade.
Kasus penganiayaan terhadap wartawan oleh oknum TNI AL ini merupakan tragedi yang mencoreng wajah institusi TNI. Kebebasan pers dan hak untuk menyampaikan informasi terancam ketika jurnalis menjadi sasaran kekerasan.
Kasus ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada tahun 2022, seorang jurnalis di Papua juga dianiaya oleh oknum TNI. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada oknum TNI yang belum memahami pentingnya menghormati kebebasan pers dan hak asasi manusia.
Tindakan Danlanal Ternate yang mencopot Komandan Pos TNI AL Panamboang dan berjanji menindak tegas pelaku patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa TNI serius dalam menangani kasus ini dan tidak mentoleransi tindakan kekerasan terhadap jurnalis.
Namun, kasus ini juga menjadi pengingat bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya kebebasan pers dan hak asasi manusia di kalangan prajurit TNI.
Kasus ini telah menimbulkan keresahan di kalangan jurnalis dan masyarakat luas. Kebebasan pers dan hak untuk menyampaikan informasi terancam ketika jurnalis menjadi sasaran kekerasan.
Kasus ini juga menjadi pelajaran penting bagi masyarakat luas untuk terus memperjuangkan kebebasan pers dan hak asasi manusia. Masyarakat perlu mendukung jurnalis dalam menjalankan tugasnya dan berani melaporkan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis kepada pihak berwenang. (dhi)