Site icon Nusaly

Ahli Tegaskan Tak Ada Korupsi dalam Pemanfaatan Aset Pemprov NTT di Labuan Bajo

Pakar hukum Dr. Hendry Julian Noor (kiri) dan Karina Dwi Nugrahati Putri (kanan) hadir sebagai ahli dalam sidang dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT di Labuan Bajo. (Foto: Dok. Tim Advokasi)

Kupang, Nusaly.com – Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Hendry Julian Noor, menegaskan bahwa tidak terdapat tindak pidana korupsi dalam pemanfaatan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) seluas 31.670 meter persegi di Labuan Bajo.

Dr. Hendry hadir sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT oleh PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) pada Jumat (15/3). Para terdakwanya adalah Direktur PT SIM Hari Pranyoto, pemegang saham Bahsili Papan, Direktur PT Sarana Wisata Internusa (PT SWI) Lidya Sunaryo, dan Kabid Pemanfaatan Aset BPAD Provinsi NTT Thelma Bana.

Menurut Dr. Hendry, hubungan hukum yang terjalin dalam Perjanjian Bangun Guna Serah (BGPS) Pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) tersebut adalah hubungan hukum perdata. Hal ini merujuk pada Pasal 41 ayat (7) Permendagri tentang Pedoman Teknis Pengelolaan BMD.

“Hubungan hukum dalam BGPS bersifat keperdataan, di mana kewenangan untuk membuatnya berasal dari hukum administrasi negara,” jelas Dr. Hendry.

Ahli: Tak Ada Keuangan Negara yang Digunakan

Menanggapi isu penggunaan keuangan negara dalam BGPS, Dr. Hendry menegaskan bahwa BGPS tidak menggunakan dana APBD.

“Sehingga, tidak ada keuangan negara yang digunakan dalam pelaksanaan BGPS,” tegasnya.

Ahli Hukum Bisnis dan Korporasi UGM, Karina Dwi Nugrahati Putri, turut menyampaikan pendapatnya. Ia menekankan pentingnya kejelasan pihak dalam perjanjian.

“Jika pihak swasta adalah orang pribadi, maka mereka bertanggung jawab atas konsekuensi hukum selama perjanjian sah. Namun, jika berbentuk perseroan, maka perseroanlah yang bertanggung jawab,” papar Karina.

Ketua Tim Advokasi: Penyelesaian Administrasi, Bukan Pidana

Ketua Tim Advokasi Peduli dan Selamatkan Pantai Pede, Labuan Bajo, Khresna Guntarto, menegaskan bahwa para terdakwa tidak dapat dipidanakan atas korupsi.

“PT SIM dan PT SWI berinvestasi di Pantai Pede, bagaimana mungkin mereka merugikan negara?” tanyanya.

Khresna menjelaskan bahwa negara justru menerima kontribusi dan retribusi pajak dari BGPS. Ia pun menekankan pentingnya penyelesaian administratif sebelum proses pidana.

“Sesuai Permendagri 17/2007, ada klausul penyelesaian ganti kerugian jika daerah merasa dirugikan. Harus diselesaikan secara administratif terlebih dahulu,” tegasnya. ***

Exit mobile version