Palembang, NUSALY — Investor proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Palembang, Sri M. Tuti, mendesak Polrestabes Palembang untuk segera menindaklanjuti kasus yang telah dilaporkannya lima bulan lalu. Ia menuntut penetapan tersangka atas dugaan penggelapan dalam jabatan dan penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian materialnya mencapai Rp7 miliar.
Penasihat hukum pelapor, Bagoes Edy Gunawan, S.H., M.H., menyatakan bahwa proses hukum di tingkat Polrestabes Palembang dinilai ‘jalan di tempat’. Menurutnya, meskipun kliennya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan para terlapor sudah diperiksa, berkas perkara belum kunjung dilimpahkan ke kejaksaan.
“Kalau tidak ada tindak lanjut dari penyidik, kami akan mengambil langkah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri,” tegas Bagoes kepada awak media di Palembang, Senin (3/10/25), menegaskan ancaman pelimpahan kasus ke tingkat nasional.
Melibatkan PPK dan Direktur Kontraktor
Secara terpisah, penasihat hukum pelapor lainnya, Raden Ayu Widya Sari, S.H., M.H., menjelaskan bahwa total ada empat laporan dengan enam nama yang terlibat. Kasus ini melibatkan Direktur PT Kartika Ekayasa, Tuti Apriyani, bersama Project Manager Alfatan atas dugaan penggelapan dalam jabatan dan pencurian.
Lebih lanjut, kasus ini juga menyeret Ade Abdillah, oknum Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Palembang, atas dugaan pencurian dan penyalahgunaan wewenang. Dua nama lain, Sisil dan Syarif, turut dilaporkan terkait pencurian berkas dan peralatan logistik. Selain itu, M Aripin juga dilaporkan karena indikasi keterlibatannya sebagai oknum advokat.
Kronologi Singkat Konflik Proyek Rp49,3 Miliar
Kerugian yang dialami Sri M. Tuti berawal dari proyek pembangunan jaringan perpipaan IPAL senilai Rp49,3 miliar pada Januari 2024 yang dimenangkan PT Kartika Ekayasa. Pelapor masuk sebagai investor dalam skema Joint Operation dengan plafon Rp10 miliar dan mengambil alih pengerjaan proyek karena kontraktor kesulitan dana.
Konflik pecah ketika proyek mencapai progres 61%. Pelapor menyebut oknum PPK, Ade Abdillah, sempat meminta dana tambahan Rp2 miliar untuk percepatan pekerjaan. Namun, di sisi lain, PPK justru mengeluarkan Surat Peringatan (SCM1) karena deviasi bobot tanpa melakukan konfirmasi lebih lanjut kepada investor.
Perseteruan kian runcing setelah terungkap bahwa manhole milik pelapor dialihkan dan digunakan oleh PT Galaksi—perusahaan lain yang juga berada di bawah PPK Ade Abdillah—tanpa izin. Puncaknya, oknum PPK mendesak Direktur PT Kartika Ekayasa untuk mengambil alih pekerjaan tanpa melibatkan investor operasional.
Modus Pencairan Dana dan Kerugian Rp7 M
Kerugian terbesar dialami pelapor setelah adanya pencairan dana secara sepihak. Sri M. Tuti mengungkapkan, Direktur PT Kartika Ekayasa mengajukan adendum kontrak untuk mengubah nomor rekening bank, yang disetujui PPK Ade Abdillah tanpa sepengetahuannya.
Melalui rekening baru tersebut, Tuti Apriyani mencairkan cassie (jaminan uang muka) di bank dan melakukan penagihan termin kelima, yakni progres yang dikerjakan oleh pelapor. Dana hasil penagihan tersebut masuk ke rekening baru dan diambil sepenuhnya oleh pihak Tuti Apriyani.
“Modal saya sebesar kurang lebih Rp7 miliar tidak dikembalikan,” tegas Sri M. Tuti, seraya menyebut bahwa dia telah mengeluarkan modal awal serta jaminan uang muka agunan sekitar Rp10 miliar.
(emen)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
