Hukum

KPK Kembali Geledah 21 Lokasi di OKU, Sita Dokumen Fee Proyek Pokir DPRD

Enam Tersangka Ditetapkan, Diduga Ada Kesepakatan Fee 22 Persen

KPK Kembali Geledah 21 Lokasi di OKU, Sita Dokumen Fee Proyek Pokir DPRD
KPK Kembali Geledah 21 Lokasi di OKU, Sita Dokumen Fee Proyek Pokir DPRD. Foto: dok. RMOL

OGAN KOMERING ULU, NUSALY.COM – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan serangkaian penggeledahan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait “fee” proyek pokok pikiran (Pokir) DPRD setempat. Sebanyak 21 lokasi yang meliputi kantor pemerintahan, rumah dinas Bupati, kediaman tersangka, hingga rumah saksi, menjadi sasaran penggeledahan.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, melalui keterangan tertulis pada Kamis (27/3/2025) mengungkapkan bahwa dari penggeledahan di 21 lokasi tersebut, tim penyidik berhasil menyita berbagai dokumen penting yang diduga kuat berkaitan dengan tindak pidana korupsi ini.

“Termasuk dokumen Pokir DPRD OKU tahun 2025, barang bukti elektronik, dokumen kontrak sembilan proyek, serta voucher penarikan uang,” kata Tessa. Ia menambahkan bahwa KPK telah menemukan bukti-bukti yang memperkuat dugaan adanya komitmen fee dalam proyek-proyek Pokir yang telah disepakati sebelumnya.

Enam Tersangka dari DPRD, Dinas PUPR, dan Swasta

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU, Nopriansyah; tiga anggota DPRD OKU, yakni Ferlan Juliansyah, M Fahrudin, dan Umi Hartati; serta dua pihak swasta, M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers sebelumnya menjelaskan bahwa terdapat dugaan kesepakatan fee sebesar 22 persen dari nilai proyek. Rinciannya, 20 persen diperuntukkan bagi anggota DPRD OKU, sementara 2 persen menjadi bagian Dinas PUPR OKU.

Modus Operandi Dugaan Korupsi Proyek Pokir

Skema dugaan korupsi ini terungkap bermula dari tawaran Nopriansyah kepada dua tersangka dari pihak swasta terkait sembilan proyek. Disepakati bahwa proyek-proyek tersebut akan diberikan kepada mereka dengan syarat harus menyerahkan fee yang telah ditentukan. Untuk melancarkan skema ini, para kontraktor diduga menggunakan perusahaan lain sebagai “bendera pinjaman” dalam proses pengadaan proyek.

Sembilan proyek yang menjadi objek korupsi ini memiliki nilai total miliaran rupiah, termasuk rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, pembangunan kantor Dinas PUPR OKU, pembangunan jembatan, serta peningkatan sejumlah ruas jalan di Kabupaten OKU.

KPK Dalami Peran Pejabat Tinggi dan Telusuri Kasus Serupa

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa penyidik saat ini sedang mendalami peran Penjabat (Pj) Bupati OKU tahun 2024 dan Bupati OKU Terpilih tahun 2025 dalam kasus ini. KPK juga akan memeriksa anggota DPRD lainnya yang diduga turut menikmati aliran fee proyek.

KPK menegaskan bahwa kasus ini memiliki kemiripan dengan skandal proyek Pokir DPRD Jawa Timur yang pernah ditangani sebelumnya. Oleh karena itu, penyelidikan tidak hanya terbatas pada proyek tahun 2025, tetapi juga akan ditelusuri kemungkinan adanya pola korupsi serupa pada tahun-tahun sebelumnya.

“Modus operandi yang digunakan, yakni pengaturan proyek dan pinjam bendera perusahaan, adalah pola yang sering kami temui dalam berbagai kasus korupsi proyek pemerintah daerah,” tambah Asep.

Para tersangka dalam kasus ini terancam hukuman berat sesuai dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK memastikan akan terus mengusut tuntas kasus ini. (rga)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version