Hukum

Terpidana Korupsi Masjid Sriwijaya Bayar Cicilan, Kejari Palembang Tegas Tagih Sisa Utang

Komitmen Penegakan Hukum dan Pemulihan Kerugian Negara di Tengah Kasus Korupsi yang Mencoreng Wajah Sumatera Selatan

Terpidana Korupsi Masjid Sriwijaya Bayar Cicilan, Kejari Palembang Tegas Tagih Sisa Utang
Terpidana Korupsi Masjid Sriwijaya Bayar Cicilan, Kejari Palembang Tegas Tagih Sisa Utang. Foto: Dok. Istimewa

PALEMBANG, NUSALYKejaksaan Negeri (Kejari) Palembang kembali menegaskan komitmennya dalam menindaklanjuti putusan hukum terhadap para terpidana kasus korupsi. Dalam sebuah konferensi pers pada Kamis, 18 September 2025, Kejari Palembang mengumumkan perkembangan penting terkait pembayaran uang pengganti dalam kasus korupsi dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya. Pengumuman ini menjadi cerminan dari upaya serius pemerintah untuk memulihkan kerugian negara dan memberikan efek jera kepada para pelaku.

Kasus korupsi yang melibatkan dana hibah untuk pembangunan masjid megah ini telah menjadi sorotan publik. Salah satu terpidana, Ir. Yudi Arminto, telah menunjukkan “itikad baik” dengan mulai mencicil pembayaran uang pengganti. Kepala Kejari Palembang menyatakan bahwa Yudi Arminto telah melakukan pembayaran secara bertahap. Pembayaran tahap pertama dilakukan pada Senin, 14 Juli 2025, sebesar Rp1 miliar, disusul tahap kedua pada Selasa, 11 September 2025, juga sebesar Rp1 miliar.

Dengan demikian, hingga saat ini, Yudi Arminto telah menyetorkan total Rp2 miliar dari kewajiban Rp2,54 miliar. Namun, pihak kejaksaan menegaskan bahwa proses ini belum selesai. “Masih ada sisa sebesar Rp544.258.386 yang harus dilunasi oleh terpidana,” ujar Kepala Kejari Palembang. Kejari berkomitmen akan terus mengawal proses pembayaran sisa uang pengganti tersebut.

Prahara di Balik Ikon Sumatera Selatan

Kasus korupsi dana hibah Masjid Sriwijaya merupakan salah satu perkara besar yang mencoreng wajah pengelolaan dana publik di daerah. Proyek pembangunan masjid yang digadang-gadang menjadi ikon kebanggaan Sumsel itu, justru berubah menjadi sumber bancakan korupsi. Kasus ini menjerat dua terpidana, yaitu Ir. Dwi Kridayani, MM, dan Ir. Yudi Arminto, MT Bin Fadlan.

Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 2944 K/Pid.Sus/2022 tanggal 13 Juli 2022, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah. Mereka terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Putusan tersebut menjatuhkan vonis 10 tahun 6 bulan pidana penjara untuk masing-masing terdakwa. Selain itu, mereka diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara. Dwi Kridayani dijatuhi kewajiban sebesar Rp2,5 miliar, sementara Yudi Arminto harus membayar Rp2.544.258.385,68. Putusan ini menjadi landasan hukum yang kuat bagi kejaksaan untuk menagih kembali uang negara yang telah diselewengkan.

Mengawal Proses Hukum dan Pemulihan Negara

Tindakan Kejari Palembang dalam menagih sisa uang pengganti dari Yudi Arminto menunjukkan dua hal krusial: komitmen penegakan hukum dan upaya pemulihan keuangan negara. Proses ini adalah bagian dari eksekusi putusan pengadilan yang harus dijalankan tanpa pandang bulu. Dengan adanya pembayaran bertahap dari Yudi Arminto, kejaksaan melihat adanya itikad baik dari terpidana untuk memenuhi kewajibannya.

Namun, jaksa tetap akan menindak tegas jika sisa kewajiban sebesar Rp544 juta tersebut tidak diselesaikan dalam jangka waktu yang ditentukan. Putusan MA secara jelas menyebutkan, jika para terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan, jaksa berhak menyita dan melelang harta benda mereka. Jika harta tidak mencukupi, maka sisa utang akan diganti dengan pidana penjara tambahan selama empat tahun.

Langkah ini mengirimkan pesan kuat kepada para koruptor. Bahwa putusan pengadilan tidak hanya berlaku untuk hukuman penjara, tetapi juga untuk pengembalian kerugian negara. Kepala Kejari Palembang mengimbau seluruh terpidana korupsi lainnya untuk mengembalikan uang pengganti sebagai bentuk itikad baik dalam proses hukum yang sedang dijalani.

Kasus korupsi dana hibah Masjid Sriwijaya menjadi studi kasus penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini menunjukkan bahwa proyek pembangunan yang seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat, dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Tindakan tegas dari kejaksaan adalah langkah yang sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan bahwa setiap dana negara digunakan sesuai dengan peruntukannya. (InSan)

NUSALY Channel

Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version