PALEMBANG, NUSALY – Lingkaran kasus dugaan korupsi proyek pengecoran jalan dan pembuatan drainase di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, mulai terkuak di meja hijau. Tiga terdakwa, yakni Kabag Humas Protokol Sekretariat DPRD Provinsi Sumsel Arie Martharedho, Kepala Dinas (Kadis) PUPR Kabupaten Banyuasin Apriansyah, dan Wisnu Andrio Fatra selaku Wakil Direktur CV HK (rekanan proyek), menjalani sidang dakwaan perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Klas IA Palembang, Selasa (27/5/2025).
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Revi, disebutkan bahwa ketiga terdakwa terbukti secara sah dan bersalah melakukan dugaan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Tindak pidana ini terkait dengan kegiatan pembangunan Kantor Lurah, pengecoran jalan RT, dan pembuatan drainase di Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Banyuasin Tahun Anggaran 2023.
JPU menegaskan bahwa kasus gratifikasi atau penyuapan ini bersumber dari Dana Keuangan Bersifat Khusus Kepada Kabupaten Banyuasin pada APBD Provinsi Sumsel Tahun Anggaran 2023.
“Ketiga terdakwa secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi yang menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara,” kata JPU Revi saat membacakan surat dakwaannya.
Sepanjang mendengarkan dakwaan JPU, tampak ketiga terdakwa dengan serius menyimak dan sesekali menundukkan kepala di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Fauzi Isra.
Peran ‘Pokir’ Mantan Ketua DPRD Sumsel
Yang menarik perhatian dalam dakwaan JPU adalah terungkapnya fakta bahwa empat pengerjaan di PUPR Banyuasin tersebut merupakan pokok pikiran (pokir) milik mantan Ketua DPRD Sumsel, RA Anita Noeringhati. Proyek-proyek ini diusulkan oleh terdakwa Apriansyah selaku Kadis PUPR Kabupaten Banyuasin.
“Selanjutnya terdakwa Arie Martha Redho menyerahkan proposal tersebut kepada Ketua DPRD Sumsel RA Anita Noeringhati lalu memerintahkan terdakwa agar proposal tersebut diteruskan kepada saksi Apriansyah,” ujar JPU Revi dalam dakwaannya.
Dijelaskan pula bahwa pada Februari 2023, saksi Apriansyah menghubungi terdakwa Arie terkait “pokir” dari Ketua DPRD Sumsel Anita Noeringhati. Kemudian, terdakwa Arie meminta bertemu di pinggir jalan DPRD Sumsel dan langsung memberikan tiga proposal untuk empat kegiatan pekerjaan yang didapat saat kunjungan kerja tersebut.
JPU menegaskan dalam dakwaannya bahwa berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dibuat oleh Auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sumsel, kerugian keuangan atau perekonomian negara yang diakibatkan perbuatan ketiga terdakwa mencapai Rp 688 juta lebih.
Atas perbuatan para terdakwa, JPU menjerat mereka dengan dakwaan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke – 1 KUHPidana.
Usai mendengarkan dakwaan JPU, majelis hakim memberikan kesempatan kepada ketiga terdakwa untuk mengajukan eksepsi atau tidak. Dari ketiganya, hanya terdakwa Arie Martha Redho yang menyatakan akan mengajukan eksepsi. Hakim Ketua Fauzi Isra pun menunda sidang dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa Arie.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat mengungkap lebih jauh praktik-praktik korupsi dalam pengelolaan proyek-proyek pemerintah, khususnya yang melibatkan dana bersumber dari keuangan bersifat khusus. (dhi)
NUSALY Channel
Dapatkan kabar pilihan editor dan breaking news di Nusaly.com WhatsApp Channel. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.